Kadis Dikbud Lampura Diimbau Evaluasi Kinerja Seluruh Kepala Sekolah
Feaby|Teraslampung.com Kotabumi — Anggota Komisi IV DPRD Lampung Utara, Sandy Juwita, mengimbau Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampura segera mengevaluasi kinerja seluruh kepala sekolah. “Evaluasi perlu dilakukan agar tidak ada l...
Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi — Anggota Komisi IV DPRD Lampung Utara, Sandy Juwita, mengimbau Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampura segera mengevaluasi kinerja seluruh kepala sekolah.
“Evaluasi perlu dilakukan agar tidak ada lagi siswa pindahan yang diberhentikan secara sepihak oleh pihak sekolah seperti yang dialami oleh mantan siswa SMPN I Kotabumi, Alvin Rahmat Dhani (14). Nasib yang dialami oleh Alvin ini adalah preseden buruk bagi dunia pendidikan kita, kata Sandy Juwita, Minggu (1/10/2017).
Menurut Sandy Juwita, evaluasi yang diinginkannya itu antara lain meliputi rekam jejak para sekolah sebelum menjabat, jiwa kepemimpinan para kepala sekolah, hubungan mereka dengan para dewan guru, dan siswa serta wali murid.
“Semuanya itu merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh para kepala sekolah jika ingin sekolah yang dipimpin mereka berkembang dan meningkat kualitasnya. Jadi, jangan sampai kita menempatkan seseorang di sebuah posisi strategis namun malah tidak bisa menjalin kerja sama dengan semua pihak,” tegasnya.
Menurut Umi Sandy, sapaan akrabnya, ia terpaksa mengeluarkan imbauan ini karena mencium aroma ‘permainan’ dalam persoalan Alvin, mantan siswa SMPN I Kotabumi. Alih – alih tetap bersekolah di sekolah itu, yang bersangkutan malah diberhentikan sepihak meski telah sempat bersekolah selama 12 hari.
“Sangat aneh rasanya mendengar kalau ada siswa pindahan yang sudah bersekolah selama 12 hari tiba – tiba diberhentikan oleh pihak sekolah tanpa pemberitahuan yang jelas. Pengakuan ini saya dengar langsung dari orang tua Alvin,” papar dia usai mendatangi kediaman Alvin bersama Kasi SMP Disdikbud Lampura, Merlyn Sofia.
Kecurigaannya berawal manakala mendengar bahwa pihak Alvin dikenakan biaya sebesar Rp2 juta sebelum diterima di sekolah itu. Permintaan uang ini jika dikaji lebih jauh sudah mengarah ke pungutan liar. Belakangan orang tua Alvin hanya membayar Rp1,5 juta karena tak mampu menyiapkan uang Rp2 juta yang diminta pihak sekolah.
“Anehnya, ada istilah siswa titipan (Alvin,red) yang disebutkan dalam surat perjanjian yang dibuat oleh pihak sekolah. Siswa titipan itu maksudnya apa??” tanyanya dengan nada heran.
Kecurigaan politisi besutan Prabowo Subianto ini memuncak saat mengetahui bahwa Kepala SMPN I Kotabumi tak mengakui pernah menerima Alvin di sekolah yang dipimpinnya. Faktanya, Alvin sempat bersekolah di SMPN I meski hanya 12 hari saja. Perkataan Kepala SMPN I Kotabumi yang tak sesuai fakta ini membuatnya semakin yakin ada yang tidak beres dalam persoalan Alvin.
“Berdasarkan fakta – fakta tersebut, saya semakin yakin ada yang yang tidak beres dalam persoalan ini,” tegas dia.
Umi Sandy berharap, semua kepala sekolah belajar dari persoalan yang dialami oleh Alvin. Sebab, apa yang dialami oleh Alvin bisa saja membunuh semangatnya untuk menimba ilmu dan memutuskan berhenti bersekolah. Selain itu, preseden buruk ini juga sangat kontra produktif dengan keinginan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara yang menginginkan setiap siswa mendapat pendidikan yang gratis dan berkualitas.
“Jangan lagi ada Alvin – Alvin baru di masa mendatang. Pikirkan dampak psikologis dan sosial siswa sebelum mengambil setiap kebijakan yang tak berlandaskan aturan,” tandasnya.
Kontroversi persoalan Alvin bermula saat yang bersangkutan dikeluarkan dari SMPN I Kotabumi meski sempat bersekolah selama dua belas hari. Pemberhentian secara sepihak ini membuat orang tua Alvin kecewa karena akibat kebijakan itu, anaknya harus bersekolah di SMP swasta.
Kontroversi terus berlanjut manakala orang tua Alvin bercerita di sejumlah media ihwal penyerahan uang sebesar Rp1,5 juta kepada oknum wakil kepala sekolah. Singkat cerita, terkuaklah adanya istilah siswa titipan dan bantahan seputar permintaan uang tersebut dalam persoalan ini.







