Cemas dan Gembira Menanti Hasil Referendum Skotlandia
Bendera Skotlandia. (dok) JAKARTA, Teraslampung–Setelah 307 tahun di bawah Inggris raya, rakyat Skotlandia hari ini (Kamis, 18/9), mendatangi tempat-tempat pemungutan suara untuk referendum yang akan menentukan apakah Skotlandia akan m...
| Bendera Skotlandia. (dok) |
JAKARTA, Teraslampung–Setelah 307 tahun di bawah Inggris raya, rakyat Skotlandia hari ini (Kamis, 18/9), mendatangi tempat-tempat pemungutan suara untuk referendum yang akan menentukan apakah Skotlandia akan menjadi negara merdeka atau etap di bawah Inggris Raya.
Diana Frost, seorang warga Edinburgh, ibukota Skotlandia, yang pernah tinggal lama di Indonesia, mengaku begitu antusias meghadapi referendum kali ini. Ia sudah pergi ke tempat pemungutan suara pada pagi hari. Sejak pukul 08:00 pagi waktu Skotlandia, sudah banyak pemilih lain juga sudah antre.
“Suasananya tenang, tapi cukup ramai,” kata Diana Frost, seperti ditulis BBC.
“Memang orang-orang berminat betul dengan pemungutan suara ini. Saya tidak pernah mengalami (antusiasme sebesar) ini sebelumnya di UK, United Kingdom (Inggris Raya) maupun di Skotlandia,” jelasnya lagi.
Diana Frost adalah seorang dosen Bahasa Inggris yang pernah tinggal belasan tahun di Indonesia, mengajar di berbagai universitas di Jakarta, Medan, dan Padang. Bahasa Indonesianya, tak heran, sangat fasih.
Sejak awal sebenarnya Diana Frost sudah memiliki pilihan, di antara Yes atau No – dua pilihan yang harus diambil di bilik pmungutan suara. Namun ia merasa perlu menguji pilihannya dan membekali diri dengan berbagai pengetahuan tentang konsekuensi dari pilihan-pilihan itu.
“Karenanya saya cukup sering mengikuti berbagai diskusi dan debat antara kedua kubu, di berbagai tempat di kota saya.”
Dan akhirnya ia membulatkan pilihannya.
“Saya deg-degan menanti bagaimana hasil referendum ini,” kata dia .
Besok (Jumat , 19/9) Diana dan warga Skotlandia lainnya akan mengikuti seksama pengumuman hasil referendum.
“Karena hasilnya ini akan sangat menentukan masa depan Skotlandia dan juga Inggris raya,” kata dia.
Diana Frost mengaku sempat cemas juga, mengingat berdasarkan jajak pendapat, pendukung kedua kubu hampir sama kuat. Persaingan amatlah ketat.
“Sempat khawatir, bagaimana orang nanti bisa bersatu sesudah ada hasilnya. Tapi rasanya akan baik-baik saja. Akan ada yang kecewa dan ada yang gembira. Tapi kami akan harus hidup dengan keputusan itu,” tegas Frost.
Apapun hasilnya, kata Frost, Skotlandia baru nanti akan berubah.
Jika tetap dalam Inggris Raya, akan ada perubahan dengan otonomi lebih luas di berbagai bidang sebagaimana dijanjikan.
Jika jadi negara sendiri, ini jelas akan merupakan kenyataan baru dengan berbagai kerumitannya.
Hasil Imbang
Sementara itu, pada hari terakhir kampanye menjelang referendum kemerdekaan Skotlandia, tiga jajak pendapat yang dilansir hari Rabu menunjukkan suara menentang – yang akan membuat Skotlandia tetap menjadi bagian Inggris Raya – unggul.
Survei menunjukkan 48 persen warga Skotlandia kemungkinan besar akan memilih mendukung kemerdekaan, dibandingkan dengan 52 persen suara mayoritas yang menolak upaya memisahkan diri dari pemerintahan di London.
Kedua pihak yang berkampanye melakukan upaya terakhir sebelum referendum hari Kamis (18/9). Mereka bahkan menelpon ke rumah-rumah dalam upaya mendapat dukungan orang-orang yang belum memutuskan pilihan.
Kubu antikemerdekaan berpendapat bahwa suara mendukung akan merusak perekonomian Skotlandia dan mengacaukan kehidupan semua orang jika penyatuan Skotlandia dengan Inggris yang telah berlangsung 307 tahun berakhir.
Para pemimpin politik dari semua partai telah giat berkampanye di masing-masing kubu.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan ia selalu memperkirakan referendum akan berlangsung ketat. Ia mengatakan kepada harian The Times bahwa apa pun hasilnya, itulah demokrasi.
“Orang harus menghargai pendapat orang lain yang disalurkan lewat kotak suara,” kata Cameron.
Alex Salmond, pemimpin pemenang suara mayoritas Pemilu Skotlandia 2011, sangat optimistis memenangi referendum Skotlandia kali ini. Sebab, untuk pertama kalinya hasil survey YouGov, lembaga survei independen yang dirilis Sunday Times mempublikasi suara terbanyak memilih “Yes” sebanyak 51 persen sedangkan 49 persen lainnya memilih tetap dengan Inggris.
Skotlandia/Kerajaan Skotlandia pernah menjadi negara berdaulat pada awal Abad Pertengahan. Namun, namun pada masa kepemimpinan Raja James V I digabungkan secara politik dengan Kerajaan Inggris pada 1 Mei 1707, kemudian diberi nama Kerajaan Britania Raya.
Bagi Inggris, Skotlandia juga memiliki nilai sangat penting. Secara ekonomi, Skotlandia termasuk tambang uang. Maklum, perairan Skotlandia Atlantik Utara dan Laut Utara, mengandung cadangan minyak terbesar di Uni Eropa. (Dewi Ria Angela)
Sumber: BBC/VOA/NYT/DBS



