Beberapa Hasil Penelitian Stasiun Riset Way Canguk

Para pemeliti di Way Canguk Sudah  banyak penelitian dilakukan oleh para peneliti di Stasiun Riset Way Canguk. Beberapa penelitian penting antara lain penelitan tentang fenologi pohon dan ficus, monitoring pasca kebakaran (seeding sapli...

Beberapa Hasil Penelitian Stasiun Riset Way Canguk
Para pemeliti di Way Canguk

Sudah  banyak penelitian dilakukan oleh para peneliti di Stasiun Riset Way Canguk. Beberapa penelitian penting antara lain penelitan tentang fenologi pohon dan ficus, monitoring pasca kebakaran (seeding sapling),  bad misnetting  (penelitian kelelawar), dan penelitian rangkong.

Fenologi Pohon dan Ficus

Fenologi Pohon dan Ficus adalah penelitian untuk mengetahui siklus hidup pohon. Dengan fenologi juga bisa diketahui dampak perubahan iklim terhadap regenerasi hutan.

Fenologi pohon dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat jumlah buah, jumlah bunga, adanya daun baru dan persen masak buah dalam satu pohon. Yang diteliti adalah semua pohon yang berdiameter minimal 10 centimeter dalam satu plot. Fenologi dilakukan setiap bulan pada semua plot yang ada, yaitu 100 plot. Ada setidaknya 3.000 batang pohon yang harus diamati dan dicatat.

Dari data fenologi dapat diketahui pola perkembangbiakan pohon, dalam hal ini periode berbunga dan berbuahnya setiap jenis pohon. Biomassa buah yang dihasilkan juga dapat diketahui karena pada setiap pohon yang berbuah dilakukan estimasi jumlah buah. Khusus untuk spesies Ficus dilakukan pengamatan fenologi secara terpisah pada pohon-pohon yang diberi tanda yang tersebar di dalam areal penelitian.

Dari-data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk menjawab: Adakah hubungan antara kelimpahan buah dengan kepadatan binatang?, bagaimana hubungan antara produksi biji dengan dinamika hutan?, faktor apakah yang mempengaruhi masa berbunga dan berbuah?

Monitoring pasca kebakaran (seeding sapling)

Monitoring pasca kebakaran (seeding sapling) merupakan penelitian untuk mengetahui ketahanan hidup semai dan pohon pada daerah-daerah bekas kebakaran. Penelitian bisa mengetahui secara lebih pasti jenis-jenis tumbuhan yang bisa bertahan hidup pada daerah-daerah lahan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat regenerasi hutan terjadi.

Seeding sapling dilakukan setelah terjadinya fenomena El Nino di Indonesia pada tahun 1997, yang menyebabkan tertundanya musim hujan. Akibatnya banyak hutan menjadi terbakar. Ketika itu hutan BBNSP juga terbakar. Sebanyak 165 ha hutan BBNSP hangus terbakar. Salah satu bagian hutan yang terbakar adalah kawasan hutan yang menjadi areal penelitian di Way Canguk.

Kebakaran hutan yang terjadi di areal penelitian Way Canguk merusak “lantai hutan” yang sangat berdampak pada tumbuhan lapisan bawah hutan. Maka, penelitian seeding sapling dititikberatkan untuk memantau ketahanan hidup tumbuhan tingkat semai dan pancang.

Penelitian dilakukan dengan mengamati seberapa banyak semai yang ada, baik jenis maupun jumlahnya, mengamati berapa semai yang mati dan yang bertahan hidup serta mengukur perkembangan diameter tumbuhan yang sudah memiliki tinggi minimal 1,3 meter. Penelitian juga termasuk mengamati dan mencatat jenis burung-burung yang hidup dalam lokasi tersebut. Ini dilakukan untuk mengetahui jenis burung apa saja yang berpotensi sebagai pemencar biji yang akhirnya menjadi semai dan pohon.

Penelitian Kelelawar (Bad Misnetting)

Bad Misnetting adalah penelitian tentang kelelawar dengan menggunakan jala kabut sebagai alat untuk menangkapnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis kelelawar yang ada di TNBBS, khususnya di Way Canguk.

Menurut Meyner Nusalawo, manajer Stasiun Riset Way Canguk, penelitian ini karena kelelawar merupakan satwa yang memiliki banyak fungsi. Kelelawar adalah satwa pemencar biji dan pembantu penyerbukan, khususnya kelelawar pemakan buah atau megachiroptera. Kelelawar juga berfungsi sebagai satwa pengontrol serangga.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa di Way Canguk terdapat 38 jenis kelelawar yang terdiri dari 10 jenis pemakan buah dan sisanya sebanyak 28 jenis pemakan serangga. Data lainnya yang cukup mengejutkan adalah delapan dari sembilan family kelelawar yang ada di Indonesia, ada di Way Canguk.

Penelitian Rangkong

Makanan utama burung rangkong adalah buah ara atau ficus serta buah-buahan berdaging. Rangkong merupakan salah satu jenis burung yang hidup di hampir seluruh Indonesia. Salah satu ciri khasnya adalah paruhnya yang besar. Bahkan, rangkong jenis tertentu, misalnya rangkong badak (Buceros rhinoceros) paruhnya terlihat begitu menonjol seperti tanduk.

Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 1997 ditemukan sembilan spesies burung rangkong di TNBBS. Semua jenis rangkong dapat ditemukan di Way Canguk. Ketersediaan pohon berlubang merupakan faktor yang penting dalam ekologi burung rangkong khususnya untuk masa perkembang biakan burung rangkong.

Rangkong mempunyai habitat hidup di hutan-hutan primer yang masih memiliki banyak pohon-pohon kayu besar dan tinggi sebagai tempat bersarang. Itu karena rangkong tidak bisa membuat lubang untuk bersarang. Mereka biasanya hanya menggunakan lubang yang terbentuk secara alami yang disesuaikan dengan ukuran.

Bentuk dan ketinggian lubang menjadikan burung rangkong sangat tergantung dengan habitat tempat hidupnya. Rangkong termasuk arboreal atau satwa yang hidup di atas pohon. Ia memilik pohon dengan ketinggian rata-rata 38 meter dan 3,1 meter sebagai tempat tinggalnya.

Ancaman kelestarian rangkong meliputi perburuan sebagai satwa peliharaan dan keperluan upacara adat, serta rusaknya habitat akibat perambahan dan ilegal logging atau penebangan hutan liar.

Rangkong termasuk satwa yang dilindungi. Ia dimasukkan dalam Appendix I IUCN. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, tidak dibenarkan bagi siapapun untuk menangkap, melukai, membunuh, memiliki, memperdagangkan satwa dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. Ancamannya adalah penjara lima tahun dan denda sebesar Rp100 juta. (Oyos Saroso H.N.)