Sepak Pojok: Manusia

Tomi Lebang Ahmad Dhani menyanyikan lagu tentang enaknya berpoligami, Iwan Fals dikenal dengan lirik-lirik tentang orang kecil dan ketidakadilan, mendiang Gombloh menggugah penggemarnya tentang tanah air Indonesia, dan Michael Jackson merintih tent...

Sepak Pojok: Manusia

Tomi Lebang

Ahmad Dhani menyanyikan lagu tentang enaknya berpoligami, Iwan Fals dikenal dengan lirik-lirik tentang orang kecil dan ketidakadilan, mendiang Gombloh menggugah penggemarnya tentang tanah air Indonesia, dan Michael Jackson merintih tentang bumi, manusia, dan masa depan. Dari isi lagunya, kita tahu keluasan pikiran para seniman ini. Sembari berdendang, kita menjadi paham minat dan isi kepala mereka.

Begitu banyak hal-hal yang menakjubkan dari manusia. Kita tak pernah bisa memahami, seberapa besar susunan isi benak primata yang berjalan tegak dan berpikir ini. Dari yang cupet sampai berwawasan luas. Ada yang hanya bersedu-sedan pada diri dan beberapa jengkal di luar dirinya, ada yang memikirkan bangsanya, yang memprihatinkan isi bumi, dan yang ilmunya menjelajah jagat raya.

Anak muda 39 tahun berdarah Yahudi Libanon, Yuval Noah Hariri, beberapa bulan lalu menerbitkan bukunya “Sapiens: A Brief History of Humankind”. Buku yang terbit dan segera mengguncang. Judulnya sungguh jumawa sekaligus menggetarkan, sejarah singkat umat manusia. Singkat, karena perjalanan umat manusia dari zaman batu sampai abad dua-puluh-satu ia ceritakan dalam 443 halaman buku sahaja.

Hariri dengan berani menampilkan fakta-fakta sejarah (pra-sejarah) yang tak terpikirkan dan terlewatkan atau terserak di kajian-kajian sejarah lainnya. Di antaranya, dengan sedikit jenaka, bahwa NAMA yang pertama terekam dalam sejarah manusia, bukanlah orang besar, pujangga, atau orang berkuasa, tapi nama seorang pencatat hasil panen di dataran Sumera (kini di kawasan Irak) yang hidup 5.000 tahun sebelum Masehi. Manusia itu bernama Kasim.

Dan seterusnya. Cerita Hariri tentang uang, kekaisaran, kapitalisme, dll yang mengiringi langkah hidup umat manusia, melanglang waktu di rentang 100.000 tahun: dari sedikitnya enam spesies manusia yang menghuni muka bumi sampai saat ini yang tersisa hanya satu sahaja, “homo sapiens”.

Dengan itu Hariri menuai popularitas. Tak sampai setahun, buku Sapien diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa di dunia.

Hampir 30 tahun lalu, fisikawan Inggris yang lumpuh seluruh badan, Stephen Hawking, juga menulis buku yang menakjubkan, “A Brief History of Time: From the Big Bang to Black Holes”.

Hawking bercerita betapa semesta ini pada mulanya berasal dari partikel yang maha padat dan memiliki energi yang tak terkirakan besarnya. Lalu terjadilah ledakan maha dahsyat pada sebuah masa 12 sampai 15 miliar tahun silam, yang menyebabkan super-inti-padat itu mengembang ke sekitarnya. Maka terbentuklah ruang, menjadi dimensi, dan kemudian lahirlah waktu. Efek ledakan itu masih terjadi sampai kini ketika semesta tetap mengembang ke semua sudutnya. Selama ledakan itu terjadi, galaksi kemudian terbentuk, planet-planet menjadi, berikut kehidupan di dalamnya.

Jejak ledakan besar itu masih menyisakan satu tempat yang misterius: Lubang Hitam. Sebuah tempat yang masih memendam energi maha besar, dengan medan gravitasi yang tak terlawankan bahkan oleh cahaya sekali pun. Seluruh materi — termasuk cahaya — yang melintasinya akan tertarik oleh Lubang Hitam ini dan kemudian memadat. Di kalangan awam, teori-teori ini masih terdengar seperti dongeng, tapi Hawking bisa menjabarkannya dalam persamaan-persamaan matematika dan fisika yang rumit, yang ia sampaikan lewat suara metaliknya.

Buku ini telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa di dunia, menempatkan penulisnya sebagai selebritas paling tak berdaya di muka bumi. Ia hanya bisa berbicara lewat terjemahan elektronik atas gerak saraf-saraf indranya, tapi kehadirannya di mana pun di muka bumi senantiasa ditunggu.

Ada juga perempuan dari Inggris, Karen Armstrong, yang bahkan berani menempatkan sebaris judul besar di sampul bukunya: “A History of God: The 4,000-Year Quest of Judaism, Christianity and Islam”. Tapi ini bukan sejarah tentang Sang Pencipta, tetapi gelitikan populer tentang riwayat pencarian Tuhan oleh umat manusia dalam rentang waktu empat milenium pada tiga penganut monoteisme yang tonggaknya bermula dari Nabi Ibrahim as: Yahudi, Nasrani dan Islam.

Topik yang sensitif dari penulis yang sepenuhnya mengambil jarak teologis dari tulisannya sendiri. Buku ini dibahas bersama oleh ilmuwan, agamawan, sejarawan, pastor, pendeta dan ulama, dan cukup ringan untuk dibaca orang awam seperti saya.

Begitulah. Banyak hal yang menakjubkan dari manusia. Pikiran mereka bisa beku di tempat, juga melanglang ke tempat dan waktu yang tiada tepermanai. Dengan itu kita percaya, segala kesulitan di bumi ini akan menemukan jalan keluarnya.

Mungkin benar kata Stephen Hawking,“masih dibutuhkan seribu juta juta juta juta tahun bagi bumi untuk (berputar) bertabrakan dengan matahari, jadi tak ada yang mendesak untuk dikuatirkan”.

Karena Tuhan, kata Albert Einstein, “tidak bermain dadu dengan alam ciptaanNya.”