Peluang Investasi Agribisnis di Lampung Tengah

Bupati Lampung Tengah melakukan panen perdana padi Custom  BIO di desa utama jaya, Seputih Mataram SEMANGAT otonomi daerah, membawa dampak resiko positif  bagi upaya mempercepat kemajuan dan perkembangan daerah. Masing-masing da...

Peluang Investasi Agribisnis di Lampung Tengah
Bupati Lampung Tengah melakukan panen perdana padi Custom  BIO di desa utama jaya, Seputih Mataram

SEMANGAT otonomi daerah, membawa
dampak resiko positif  bagi upaya
mempercepat kemajuan dan perkembangan daerah. Masing-masing daerah, dituntut
untuk tampil menarik guna mendukung peningkatan investasi.

Keragaman potensi yang dimiliki
Kabupaten Lampung Tengah, tentu saja memberikan peluang bagi pengembangan
berbagai investasi dan kemajuan daerah ini.  Untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya, Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah harus menentukan
dari mana memulai membangun daerah  ini. Tentunya sektor pertanian, masih
memberikan peluang bagi pengembangan investasi Agribisnis.
Kabupaten yang
berpenduduk mencapai 1.411.922 jiwa dengan luas wilayah 4.789,82 Km persegi
ini, selain memiliki potensi yang cukup besar bagi upaya pengembangan sektor
pertanian. Juga lahan yang dimiliki masih cukup luas, serta didukung oleh
sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sektor pertanian cukup tinggi
mencapai 56,09 persen.
Menurut Bupati Lampung
Tengah H.Ahmad Pairin, lahan pertanian di daerah ini terdiri dari pengairan
irigasi teknis, tadah hujan, pasang surut dan lebak yang mencapai luas 76.724
Ha, sebagian besar adalah lahan sawah yang dapat di panen sebanyak 3 kali
mencapai 57.657 Ha. Lalu lahan tadah hujan yang hanya dapat di panen dua kali
seluas 10.717 Ha, lahan pasang surut hanya satu kali panen 83 Ha, serta lahan
lebak dengan dua kali panen seluas 8.268 ha.
Sebagai salah satu
daerah yang menjadi lumbung padi di Provinsi Lampung, saat ini Lampung Tengah
memiliki luas panen tanaman padi mencapai 138.656 Ha yang tersebar di 28
kecamatan dengan produksi padi mencapai 719.201 ton, terdiri dari padi sawah
123.740 Ha dengan produksi 673.564 ton, dan padi ladang seluas 14.916 Ha dengan
produksi 45.637 ton. Luasan maupun produksi padi mengalami peningkatan
dibanding tahun 2010 lalu yang hanya mencapai 127.020 Ha dengan produksi
623.779 ton.
Sedangkan  komoditas ubi kayu atau singkong cukup
memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan petani. Bahkan  produksi 
ubi kayu paling tinggi dibanding komoditas pertanian lahan kering
lainnya. Saat ini, produksi ubikayu di Lampung Tengah mencapai 3.244.519 ton
dengan luasan mencapai 123.515 Ha, hal ini terjadi sedikit penuruan produksi
dibanding produksi tahun 2010 yang mencapai 3.287.511 ton dari luas 133.477 Ha.
Selain dikenal sebagai
basis berbagai usaha agribisnis skala besar, Lampung Tengah juga di kenla
sebagai salah satu daerah yg menjadi lumbung ternak khususnya sapi di Provinsi
Lampung. Lampung Tengah memiliki potensi pengembangan sapi potong karena
melimpahnya pakan untuk ternak. Kabupaten ini, merupakan daerah populasi sapi
tertinggi di Provinsi Lampung yakni mencapai 38,38 persen dari 15
kabupaten/kota yang ada di provinsi ini, dan sekitar 70 persen usaha penggemukan
sapi ada di kabupaten ini.
”Saat ini populasi sapi
di tingkat petani mencapai 224.569 ekor, kerbau 6.116 ekor dan kambing 146.071
ekor, yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah,”ungkap Pairin.
Program BUMI DISUKA
Pemerintah Kabupaten
Lampung Tengah menjadikan komoditas Padi, Sapi dan Ubikayu sebagai unggulan
dengan sebutan Lampung Tengah sebagai BUMIDISUKA (Bumi Padi, Sapi dan Ubikayu).
Program ini merupakan salah satu bentuk program  strategis yang diharapkan dapat mendorong percepatan
peningkatan nilai tambah produksi dari sektor pertanian dan subsektor
peternakan, sehingga tercipta peluang investasi sektor pertanian dan
peternakan. 
”Peluang investasi pada sub sektor tanaman pangan di antaranya
industri benih padi, industri pakan ternak, industri tepung tapioca dan
ethanol. Pada sub sektor peternakan diantaranya, agroindustri berbasis sapi
potong, pengembangan cattle breeding center dalam rangka penyediaan benih
ternak unggul,”kata Pairin.
Petani Lampung Tengah sedang memanen singkong. 
Pengembangan program BUMIDISUKA,
tegas Bupati, mengkolaborasikan, budidaya padi, sapi dan ubikayu dalam satu
kesatuan sistim agrobisnis.  Diakui
Bupati, untuk memaksimalkan produksi padi di Lampung Tengah, saat ini masih
dihadapkan kendala belum maksimalnya pemanfaatan lahan sawah akibat kondisi
salah satu daerah irigasi (DI) sudah sangat memprihatinkan. 
Pengembangan lahan
pertanian padi di Kabupaten Lampung Tengah saat ini mengandalkan dua DI yang
mengairi lahan sawah mencapai 76 ribu Ha lebih. Yakni Daerah Irigasi (DI) Way
Seputih dengan luasan sawah yang di airi mencapai 38 ribu Ha, dan DI Way
Sekampung melalui Bendung Argo Guruh mampu mengairi lahan sawah seluas 38 ribu
Ha.
DI Way Sekampung
mengairi lahan persawahan mulai dari Kecamatan Punggur, Kotagaja, sampai ke
Kecamatan Seputih Raman. Sedang DI Way Seputih mengairi lahan sawah mulai dari
Kecamatan Padangratu, Seputih Agung, Anak Tuha, Terbaggibesar, sampai kecamatan
Seputih Mataram dan Bandar Mataram.
Namun sayangnya akibat
pendangkalan yang belum tertangani, DI Way Seputih ini hanya mampu mengairi
lahan sawah secara normal di musim rendengan seluas 14 Ha dari luasan 38 ribu
Ha yang ada. ”Sisanya 24 ribu ha, belum mampu diairi secara maksimal, akibat
debit air di Bendung Way Seputih tidak mampu memenuhi kebutuhan air karena
terjadi pendangkalan yang sudah cukup parah,”katanya. 
Untuk memaksimalkan
produksi padi, Pairin berharap pemerintah pusat segera membantu perbaikan  dengan melakukan pengangkatan lumpur di
bendung DI Way Seputih, dan membuat bendungan baru di hulu sungai Way Seputih
di Kampung Segala Mider kecamatan Pubian. Bendung Segala Mider tersebut selain
memanfaatkan air sungai Way Seputih, juga menampung sejumlah sungai-sungai
kecil lainnya yang di alirkan ke wilayah DI Way Seputih, sebagai optimalisasi
lahan sawah yang selama ini belum mampu terairi.
Bupati yakin, bila DI
Way Seputih debit airnya mencukupi, maka lahan sawah seluas 38 ribu Ha dapat di
optimalkan produkstivitasnya, setidaknya dapat dilakukan dua kali panen dalam
setahun, tapi kenyataannya saat ini hanya bisa dilakukan sekali panen dalam
setahun, itupun hanya 14 Ha saja. 
”Kuncinya ada di Bendung Way Seputih,
walaupun saluran irigasi diperbaiki kalau sumber airnya tidak di benahi maka
percuma saja, kebutuhan air tetap tidak terpenuhi,”katanya.
Sementara itu, kata
Bupati, untuk mendukung pencapaian sasaran pengembangan sapi, berbagai
upaya  terus dilakukan, antara lain
melalui pengembangan sapi Bali dan sapi peranakan ongol (PO). Dari jumlah
populasi sapi yang ada saat ini, tentunya sekitar 50 persen adalah sapi betina
yang potensial sebagai akseptor IB. Untuk meningkatkan populasi sapi langkah
yang dilakukan berupa peningkatan jumlah bibit, kelahiran dan bobot ternak,
serta mengurangi angka kematian, membatasi pengeluaran ternak dan pemotongan
ternak sapi betina yang produkstif.
Sebagai bagian dari
pengembangan Program BUMIDISUKA, dalam pengembangan budidaya sapi petani telah
memanfaatkan onggok (ampas ubikayu) sebagai pakan. Keberadaan industri
pengolahan singkong, sangat membantu petani dalam mengendalikan harga ubikayu
tetap stabil. Lalu, limbah ampas ubikayu 
dimanfaatkan petani sebagai bahan baku pakan ternak sapi yang dicampur
dengan dedak (bekatul) padi serta ditambah hijauan. ”Tentunya keberadaan pabrik
pengolahan singkong sangat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan pakan,”kata
Bupati.
Menguntungkan
Penggemukan sapi dengan
menggunakan pakan ampas ubi kayu atau yang dikenal onggok dan bekatul, sangat
memberikan keuntungan bagi petani. Setidaknya, patani bisa mendapatkan
pertambahan daging sapi yang di gemukkan sebanyak 0.8 Kg per hari. Bila harga
sapi bakalan sekarang per Kg Rp39 ribu, maka dari pertambahan daging 0,8 kg
perhari, berarti petani mendapatkan kenaikan Rp31 ribu/hari. 
Untuk biaya
operasional sehari maksimal sehari Rp 21 ribu per ekor. Maka perhari petani
akan mendapatkan keuntungan Rp10 ribu. Setelah sapi usia lima bulan petani akan
mendapatkan penambahan bobot 120-150 Kg, tergantung pola makan. ”Memelihara
sapi tidaklah merepotkan tanpa menggangu kegiatan pokok petani.Untuk memelihara
50 ekor sapi cukup ditangani oleh seorang saja. Petani mendapatkan keuntungan
dari selisih harga dan penambahan bobot daging,”katanya.
Terkait dengan
peningkatan populasi sapi di tingkat petani, persoalan yang dihadapi adalah
masih sulitnya mendapatkan bakalan sapi lokal. Selama ini bantuan bakalan dari
pemerintah pusat, tapi bakalan yang diberikan kualitasnya terkesan asalan,
bukan kualitas yang baik. Dengan pembangunan sentra bakalan, pemerintah bisa
menentukan jenis-jenis sapi yang bakal dikembangkan petani yang mempunyai nilai
jual yang cukup tinggi. ”Sudah waktunya pemerintah pusat juga membangun
sentra-sentra pengembangan bakalan sapi untuk meningkatkan poluasi sapi, bukan
hanya fokus pada budidaya penggemukan saja. Sebab kebutuhan bakalan tidak
mungkin dapat terpenuhi hanya oleh pemerintah kabupaten,”tandas Bupati. (Adv/supriyanto)