Korupsi, Eksploitasi SDA, dan Potensi Konflik

Oleh Syarief Makhya Akademisi FISIP Universitas Lampung Judul tulisan di atas bersumber dari kata kunci sebagian sambutan Prof. Dr. Haedar Nashir pada acara Silaturahmi Halalbihalal Keluarga Besar Persyarikatan Muhammadiyah pada Sabtu (6/5/2022) yang...

Korupsi, Eksploitasi SDA, dan Potensi Konflik
Dr. Syarief Makhya (Foto: Istimewa)

Oleh Syarief Makhya
Akademisi FISIP Universitas Lampung

Judul tulisan di atas bersumber dari kata kunci sebagian sambutan Prof. Dr. Haedar Nashir pada acara Silaturahmi Halalbihalal Keluarga Besar Persyarikatan Muhammadiyah pada Sabtu (6/5/2022) yang lalu. Dalam sambutannya untuk membangun relasi umat Islam dan Negara ada tiga isu penting; yaitu masalah korupsi, eksploitasi sumberdaya alam (SDA), dan pentingnya persatuan di Indonesia.

Ketiga isu tersebut sampai sekarang menjadi problem besar bangsa ini. Korupsi sampai sekarang kendati di era reformasi sudah banyak dilakukan upaya pencegahan melalui berbagai regulasi tetapi korupsi belum bisa diatasi secara efektif, bahkan dalam perkembangan sepuluh tahun terakhir ini, korupsi semakin dahsyat merambah ke berbagai lembaga, tidak hanya di eksekutif, legistatif, yudikatif, juga pengusaha dan pelaku busnis.

Sudah banyak yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada bulan yang lalu, giliran Bupati Bogor yang terkena OTT dan puluhan kepala daerah terkena OTT, tidak menjadi efek jera; korupsi terus berjalan dan semakin terbuka dan berani untuk melakukannya. Hasil temuan ICW, data tahun 2021 ada 553 kasus dengan 1.173 tersangka dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 29,438 triliun. Tren nilai potensi kerugian negara cenderung terus meningkat selama periode 2017-2021. ini mengindikasikan bahwa pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah tiap tahun semakin buruk dari segi pengawasan.

Masalah korupsi jika tidak diatasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan terus merosot, kesenjangan ekonomi akan semakin meluas, dan upaya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat akan semakin jauh.

Isu yang kedua adalah ekspolitasi sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam merupakan tindakan pengambilan sumber daya alam secara berlebihan hingga sumber daya alam tersebut berkurang, bahkan menimbulkan kerusakan lingkungan. SDA terus menerus diekspolitasi untuk kepentingan negara dalam mengakumulasi modal tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungannya. Dampak  kerusakan eksploitasi SDA, antara lain hutan kehilangan fungsinya, kerusakan tanah, pencemaran dan kerusakan lingkungan air, dst

Isu yang ketiga yaitu ada potensi Indonesia terpecah-belah semakin terbuka. Isu politik identitas, isu rasis, tuntutan kebebasan atas nama HAM yang berbenturan dengan sistem nilai keagamaan, isu Islam eksklusif, isu kebebasan dan tuntutan dari kelompok minoritas terhadap perlakuan dan tindakan diskriminatif, serta pemenuhan hak-hak minoritas.

Beberapa isu tersebut, sampai sekarang tidak terkelola dengan baik. Dampak yang terjadi seperti yang dirasakan sekarang ini yaitu muncul konflik horizontal di masyarakat, muncul sikap prasangka buruk terhadap sesama anak bangsa, pengabaian nilai dan etika dalam berpolitik, sikap dan rasa benci antara kelomok yang satu denga yang lain, muncul polarisasi yang berdasarkan stereotipe politik, seperti kadrun vs cebong, sikap sinis terhadap keyakinan idiologis kelompok tertentu, rekayasa isu melalui penyebaran hoax untuk menyerang kelompok tertentu, dst

Solusi ?

Tiga isu yang menjadi persoalan besar bangsa ini sebagai akibat dari persoalan struktural dan kebebasan yang tidak terkelola dengan baik. Misalnya, persoalan korupsi, ini akibat dari sistem pengawasan yang sangat lemah, sehingga peluang terjadinya penyalagunaan kekuasaan semakin terbuka.

Relasi antara hubungan trias politika yang secara teoritis harus menjaga jarak dan saling mengontrol dalam kenyataannya menjadi hubungan kompromistik dan pragmatis untuk berbagi keuntungan diantara ketiga lembaga tersebut.

Ekspolitasi sumber daya alam adalah akibat penerapan sistem kapitalisme, negara bukan melakukan perannya sebagai productive state, tetapi sangat kuat melakukan exspolitative state yaitu membuat kebijakan yang menguntungkan pelaku bisnis dan mengorbankan kepentingan masyarakat luas untuk tujuan mengakumulasi modal. Dalam perspektif ini ini mudah dipahami jika posisi negara menjadi lemah dan selalu dikalahkan oleh kepentingan pemilik modal.

Pesoalan persatuan, persoalan ini juga akibat arah pembangunan politik yang tidak terkelola dengan baik, misalnya tidak jelas secara implementatif, bagaimana menjalankan negara bangsa (nation state), yang terjadi adalah semakin menguatnya nilai-nilai partikular, buka membangun ke arah pada nilai universal. Kebebasan yang secara konsep harus diterjemahkan ke dalam konteks menjaga persatuan dan kebangsaan, dalam realitasnya lebih dominan diinterpretasikan oleh kebebasan individu dan kelompok berdasarkan kepentingannya.

Bagaimana solusinya? Prof. Mahfud MD memberi solusi yang viral di media sosial, bahwa ke depan Indonesia butuh pemimpin yang kuat. Pemimpin yang kuat adalah pemimpin yang memiliki visi dalam menyelesaikan persoalan bangsa, seperti korupsi, kerusakan lingkungan dan membangun persatuan, dengan mengefektifkan kekuatan daya paksaknya melalui berbagai kebijakan publik.

Solusi lain, sistem ekonomi yang kita jalankan bukan murni menerapkan sistem mekanisme pasar, tetapi kekuatan Intervensi Negara untuk melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 harus kuat dan mengarahkannya untuk kepentingan masyarakat luas. Jadi, keberpihakan negara harus ditujukan pada kepentingan masyarakat bukan dominan kepada pemilik modal.

Akhirnya, konsep pembangunan politik dalam membangun negara bangsa harus jelas konsep dan implementasinya, serta Negara harus berada menjaga keberagaman yang produktif, adil dan memiliki pengaruh yang kuat dalam menjaga NKRI. Slogan NKRI harga mati harus diterjemahkan dan dioprasionalkan dalam menjawab problem bangsa yaitu negara menjamin keadilan, pemeratan pembangunan, dan persaingan politik yang sehat dan demokratis.***