Kopi Pagi: Ibuku Karunia Terbesar dari-Nya
Ukim Komarudin Ini adalah cerita dari Ustadz Yusuf Mansyur. Beliau sendiri mendapatkan cerita ini dari seorang mahasiswa pascadoktoral yang bertemu dengannya di Jepang . Cerita yang disampaikan di bawah ini merupakan cerita yang disampaikannya kepa...
Ukim Komarudin
Ini adalah cerita dari Ustadz Yusuf Mansyur. Beliau sendiri mendapatkan cerita ini dari seorang mahasiswa pascadoktoral yang bertemu dengannya di Jepang . Cerita yang disampaikan di bawah ini merupakan cerita yang disampaikannya kepada Ustadz Yusuf Mansyur.
Ada seorang anak miskin yang punya pengharapan besar terhadap pendidikan. Ia berharap, pendidikan dapat mengubah hidupnya yang selama ini nestapa. Seperti teman-temannya mantap menyampaikan keinginannya melanjutkan studi setelah SMA, ia pun tak ada bedanya. Hanya caranya yang unik yang mungkin jadi pelajaran buat semua orangtua.
Jika anak lain berani menyampaikan dengan mantap kepada teman-temannya, maka harapan dan keyakinannya hanya bisa ia sampaikan kepada orangtuanya. Ia khawatir jika mengungkapkan segala cita-citanya yang tinggi kepada teman-temannya, orang-orang sekitar akan mengejeknya. Bisa jadi, dirinya dikatakan anak miskin yang tak tahu diri. Maka, semua harapan yang tertanam di dadanya itu ia tumpahkan kepada Ibunya. Di suatu malam, selepas shalat Isya, disampaikanlah semua keinginannya.
“Bunda,” katanya dengan penuh keraguan. “kalau Bunda mengizinkan, saya ingin ditakdirkan Allah bisa bersekolah dan bekerja di Amerika.”
Bundanya hanya terdiam. Hanya matanya yang lembut menatap lekat pada buah hatinya.
Sang anak mendapat perlakuan seperti itu jadi merasa bersalah. Maka, secepatnya dirinya meminta maaf kalau-kalau pernyataan keinginannya menyinggung perasaan bundanya.
Sambil tersenyum, sang Bunda menyampaikan hal yang sungguh di luar dugaan. “Sayang, kalau benar kau menginginkan berkesempatan belajar dan bekerja di Amerika: ada syaratnya!”
“Apa itu syaratnya, Bunda?” Sang anak bertanya penuh penasaran.
“Syaratnya sederhana. Kita harus minta kepada yang punya Amerika!”, kata sang Bunda dengan penuh kesungguhan. ”Mulai malam ini kamu shalat tahajud bareng Bunda. Semua permohonan kamu insya Allah Bunda aminkan. Semoga Allah SWT yang punya segalanya mengabulkan permohonan kamu.”
Maka, sejak malam itu, mereka berdua mendirikan shalat tahajud. Di setiap malam sang anak berdoa dan doanya diaminkan oleh bundanya. Tak terasa, telah tiga tahun penuh mereka beribadah dan sampailah pada ujian di penghujung waktu belajar.
Sayang, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Jika anak-anak lain bisa melanjutkan belajar di perguruan tinggi setelah tiga tahun belajar di SMA, si anak miskin ternyata tak sebahagia teman-temannya. Ia tak punya biaya untuk melanjutkan belajar, seperti teman-temannya. Kembali, hanya kepada Ibunya ia berani menyampaikan kesedihannya.
“Anakku, tahajud dan doa kita selama tiga tahun ini bukanlah sesuatu yang sia-sia. Bahkan, yang telah kita lakukan adalah lebih dari segalanya. Ia tak bisa dibandingkan dengan apapun. Bahkan, dengan gagalnya kamu belajar di perguruan tinggi.
“Anakku, yang telah kita kerjakan ini sangat mulia. Mari kita teruskan kebaikan ini. Jangan terpengaruh oleh urungnya rezeki yang melapangkan keinginanmu yang ingin belajar di Amerika. Sebab khusuknya kita beribadah juga rezeki tak terhingga dan sungguh terlalu mahal jika dibandingkan dengan urungnya keinginanmu.“ Kalimat terakhir ini begitu tegas disampaikan oleh sang Bunda seolah mengingatkan ananda untuk tetap istiqomah dalam beribadah dan berharap hanya pada ridha Allah SWT.
Demikianlah ibadah shalat tahajud yang sudah berjalan tiga tahun itu diteruskan. Mereka sudah berniat sampai kapan pun ibadah yang kadung dimaknai rezeki diteruskan. Lalu, malam-malam berikut kembali hangat dengan ibadah yang makin lama makin mereka cintai.
Keikhlasan ibadah ternyata berdampak pada keikhlasan menghadapi hidup. Ananda yang tertinggal karier studinya ke perguruan tinggi berhasil mengalihkan perhatiannya ke arah semangat bekerja. Ia berhasil meringankan beban keluarga dengan menjadi pelayan peneliti asing yang meneliti di lepas pantai. Jadilah dirinya mengisi hari-hari panjangnya bersama peneliti tersebut. Sungguh Allah maha pemberi karunia. Pengabdiannya yang tulus telah memberi kesan yang mendalam di hati sang peneliti.
“Anak muda, setahun sudah saya mendapatkan layanan yang sangat baik darimu. Sebagai balasannya, terimalah dua tanda kasih sebagai ungkapan terima kasih dari saya.”
Peneliti yang baik memberi dua amplop. Yang pertama berisikan uang dan lainnya berupa surat rekomendasi kepada instansi tertentu. “Surat pertama untuk lembaga terkait sebagai pengantar untukmu mengikuti tes mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi di AS. Sementara uang yang ada di amplop yang kedua untuk ogkos ke Jakarta sekaligus kesempatan menginap selama satu hari. “
Dengan sangat gembira kabar ini disampaikan kepada bundanya. Dengan semangat keduanya melaksanakan yang disampaikan oleh peneliti. Anak muda melaksanakan tes ke Jakarta dan Ibunya mendoakan putera tercintanya dari jauh.
Allah telah mengabulkan permintaan mereka hanya dengan prasyarat sederhana. Tenggang waktu. Sebagai balasan atas kesabarannya, Allah telah menganugrahkan yang lebih besar dan lebih dari yang diperkirakan umatnya.
Mudahnya cerita, ternyata seseorang yang bercerita kepada Ustadz Yusuf Mansur kini adalah anak muda yang dulu mendirikan shalat tahajud selama kurang lebih empat tahun berturut-turut. Kini, ia bukan hanya lulusan Amerika, tetapi tengah studi pascadoctoral di Jepang dan bekerja di mancanegara karena banyaknya perusahaan yang membutuhkan.
Allah telah mengirim seorang ibu yang mengajak ananda bersabar dalam berharap karunia-Nya. Allah memberi kesempatan pengalaman manisnya permohonan yang yang dikabulkan dan Allah menambah-Nya dengan limpahan karunia yang tak pernah disangka-sangka.
Andai ditanyakan kepadanya, apa karunia terbesar yang diberikan Allah padanya? Ternyata bukan titel atau limpahan materi yang kini didapatkannya. “Saya bersyukur memiliki Bunda yang menguatkan saya dalam keyakinan ibadah dan menjadi lautan kesabaran atas pengharapan dan karunia-Nya.
* Drs. Ukim Komarudin, M.Pd adalah Kepala SMP Labschook Kebayoran, Jakarta Selatan



