Facebook dan Perilaku
Oleh Dahta Gautama* Entah dengan sebutan apa saya harus menyebut kondisi bangsa kita saat ini. Namun, saya kira yang paling pantas adalah kata: sembraut. Dengan teliti saya memperhatikan tingkah laku para pengguna media sosial Facebook, membaca st...
Entah dengan
sebutan apa saya harus menyebut kondisi bangsa kita saat ini. Namun, saya kira
yang paling pantas adalah kata: sembraut. Dengan teliti saya memperhatikan
tingkah laku para pengguna media sosial Facebook,
membaca status-status yang ditulis di akun mereka bikin saya ngeri. Hal yang bikin saya ngeri alias was-was adalah, apakah ia
kebanyakan masyarakat Indonesia sekarang semakin bodoh.
bodoh, dari 40 pemilik akun Facebook,
35 di antaranya menulis tentang isi meja makannya berikut foto. Dengan
kata-kata: bakwan goreng, menu siang..
sedaappp…mau..mauu mau…. ada yang menyoal buang hajat berkali, dengan
menulis: sakit peyut, empat kali ke wc..
akiittt banget… Menulis asmara: kenapa
gak telpon ya.. pengen denger cengengsnya.. dan puluhan, ratusan, ribuan
kalimat-kalimat sangat tak penting. Ada pula yang memaki, tapi objeknya tak
jelas.
sangat rajin. Tapi minim like, karena
barangkali terlalu serius dan filsafat. Sebenarnya, saya tak suka bahasa rumit,
dan kata-kata semacam motivasi begitu. Namun karena
keinginan yang klise, yaitu, kalau
bisa apa yang ditulis di media sosial adalah konten-konten yang mencerdaskan,
maka saya ambil opsi menulis serius.
mengira, jika saya lulusan fakultas filsafat, ada yang beranggapan saya penulis
top. Padahal, filsafat dan sastra saya buruk, meski saya menulis puisi.
berkeinginan ingin memberi pesan pintar dan bermoral, maka saya menjauhi
menulis soal makanan, rumahtangga, bau kentut, sakit perut, hujan dan jerawat.
sejauh ini, saya belum memberi pesan apa-apa, soal apapun. Ketika saya
membicarakan Facebook, sebenarnya
saya sedang membicarakan prilaku manusia lengkap dengan kejujuran dan
kebohongannya. Membaca tulisan-tulisan pemilik akun Facebook dengan ragam remeh temeh, sebenarnya tidak hanya dungu
yang menjadi penilaian terakhir saya tentang kondisi bangsa ini. Tetapi saya
lebih banyak melihat hal-hal lain yang menyertainya, yaitu keputusasaan,
kekecewaan, dan kemarahan terhadap keadaan hidup.
negara ini secara utuh. Dari tulisan-tulisan status yang semula saya sebut
bodoh itu, sebenarnya termuat kemurkaan rakyat secara tak kentara. ***
* Penyair, tinggal di Bandarlampung



