Diskusi Seri Dua LSC: Pemilu Alternatif dan Evaluasi Pemilukada di Indonesia
Diskusi Seri II LSC di Student Central, University of Bradford, Unitet Kingdom, Sabtu (25/4). Foto: Ist/Najam Udin BRADFORD–Seri kedua diskusi Lingkar Studi Cendekia bertempat di Student Central, University of Bradford, Unitet Kin...
| Diskusi Seri II LSC di Student Central, University of Bradford, Unitet Kingdom, Sabtu (25/4). Foto: Ist/Najam Udin |
BRADFORD–Seri kedua diskusi Lingkar Studi Cendekia bertempat di Student Central, University of Bradford, Unitet Kingdom, Sabtu (25/4). Diskusi seri kedua LSC kali ini yang bertindak sebagai tuan rumah adalah Persatuan Pelajar Indonesia di Bradford melalui ketua umum Bhima Yudhistira. Diskusi berlangsung kurang lebih 3 jam dengan menghadirkan dua orang fasilitator yaitu kandidat doktor Ilmu Politik dari Universitas Doshisa, Jepang, Abdul Hamid, dan mahasiswa S-3 Universitas Leeds, Zaid Perdana Nasution.
Topik yang dipilih kali ini berkenaan dengan model pemilu alternatif untuk Indonesia sekaligus mendiskusikan soal evaluasi penyelenggaraan Pemilukada di Indonesia. Melalui sambungan Google Hangout Abdul Hamid menyatakan berdasarakan penelitiannya di beberapa daerah, dia melihat bahwa penyelenggaraan pemilukada di Indonesia sudah on the track saat ini. Misalkan saja dengan kemunculan Jokowi, Ridwan Kamil, dan Tri Rismaharini membuktikan bahwa proses kepemimpinan di Indonesia berjalan dengan baik. Rakyat sudah bisa memilih dan memiliki pilihan yang berdasarkan pada kinerja. Pada sisi lain tidak ada hambatan psikologis untuk setiap orang menjadi pemimpin politik di Indonesia.
Persoalan karut marut, money politics, dan kerusuhan yang seolah lekat dengan proses Pemilukada, Hamid mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan Pemilukada. Hal-hal tersebut bukan disebabkan oleh Pemilukada, tetapi lebih pada persoalan abuse of moral. Sebab itu, pendidikan politik yang menyentuh grassroot menjadi sangat penting.
Pada bagian lain, berangkat dari beragam permasalahan Pemilukada. Zaid Perdana Nasution menawarkan konsep pemilu alternatif bagi sistem politik di Indonesia. Zaid pada sesi tersebut menawarkan konsep Pemilu ala Bung Hatta yang menurut dia lebih efisien dan lebih menawarkan ‘kesejukan’ politik bagi bangsa Indoesia.
“Kenapa tidak pemilu alternatif ala Bung Hatta dilaksanakan di Indonesia” kata Zaid.
Akhir sesi para pegiat Lingkar Studi Cendekia yang hadir saat itu seperti Najamudin, Reko Ramadan, Dani, Arizka Warganegara, M. Haikal Karana, Adwin Anas, Bustanul Arifin, Dani dkk merumuskan tata laksana organisasi Lingkar Studi Cendekia. Pada akhir sesi, semua pegiat menyepakati keanggotaan LSC bersifat terbuka dan partisipatif.
“Siapapun bisa bergabung dalam Lingkar Studi ini karena tujuan pendirian Lingkar Studi Cendekia sangat ingin membagi dan manabur benih intelektual ke semua kalangan ujar Koordinator LSC,” Zaid Perdana Nasution. (LSCNEWS)
Rls
Artikel Terkait: Arizka Warganegara Dkk Dirikan Lingkar Studi Cendekia di Inggris



