Stasiun Riset Way Canguk: Wisata Ilmiah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Hutan Taman Bukit Barisan Selatan (BBNSP) seluas sekitar 356.800 ha yang membentang dari Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat di Provinsi Lampung hingga Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu,  tidak hanya menyimpan eksotisme alam dengan satw...

Stasiun Riset Way Canguk: Wisata Ilmiah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Dengan teropong, wisatawan bisa melihat secara jelas aktivitas aneka satwa liar jenis burung dan serangga di Stasiun Riset Way Canguk.  (dok/Ist)

Hutan Taman Bukit Barisan Selatan (BBNSP) seluas sekitar 356.800 ha yang membentang dari Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat di Provinsi Lampung hingga Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu,  tidak hanya menyimpan eksotisme alam dengan satwa liar dan tumbuhan langka. Satu dari dua taman nasional di Lampung itu juga menjadi “surga” bagi para peneliti,terutama penelitian konservasi.

Di areal ratusan hektare kawasan BBNSP terdapat sebuah pusat penelitian satwa dan tumbuhan yang didirikan sepuluh tahun lalu. Pusat penelitian itu tidak hanya sebagai tempat bagi para peneliti melakukan pengamatan dan pengkajian satwa dan tumbuhan-tumbuhan langka. Pusat penelitian yang diberi nama Stasiun Riset Way Canguk itu juga menjadi objek wisata, terutama wisata agro. Dengan didampingi para peneliti dari Stasiun Riset Way Canguk, para pengunjung bisa menjelajahi areal penelitian. Jika beruntung pengunjung bisa “mengintip” burung dan mamalia langka dengan sebuah teropong.

Stasiun Riset Way Canguk didirikan WCS-IO dan PHKA pada Maret 1997. Letaknya di antara Desa Way Heni dan Desa Way Haru. Kawasan itu berada di dalam hutan BBNSP wilayah Lampung Barat.

Oleh para pendirinya, pusat penelitian itu dimaksudkan sebagai tempat penelitian lapangan jangka panjang dan sarana latihan. Areal penelitian Way Canguk terletak pada 5° 39’ Lintang Selatan dan 104°24’ Bujur Timur, dengan ketinggian berkisar antara 0-100 meter di atas permukaan laut. Areal tersebut mengelilingi stasiun penelitian Way Canguk, dengan luas luas 900 hektare,  dan terbagi dalam dua bagian. Bagian utara seluas 200 hektare, sedangkan  bagian selatan seluas 700 hektare.

Dua areal itu dipisahkan oleh sungai Way Canguk. Di masing-masing areal terdapat 100 plot penelitian yang tersebar secara acak. Pada areal selatan terdapat 75 plot dan bagian utara ada 25 plot. Masing-masing plot dengan ukuran 10 x 50 meter dan dihubungkan dengan jalur-jalur penelitian.
Secara umum, sebagian besar areal penelitian Way Canguk merupakan hutan primer dengan kualitas yang masih baik. Meskipun begitu, di dalam areal penelitian Way Canguk terdapat juga bekas hutan terbakar dan hutan yang terganggu secara alami.

Hasil penelitian WCS-IP menunjukkan, kawasan Way Canguk merupakan habitat bagi beberapa species kunci. Antara lain harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak sumatera (Dicerorinus sumatrae), gajah sumatera (Elaphas maximus sumatranus), dan tapir (Tapirus indicus). Di Way Canguk juga hidup tujuh jenis primata yang ada di BBNSP.

Menurut Dwi Nugroho, aktivis lingkungan dari Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP), Way Canguk dipilih sebagai stasiun riset karena kualitas hutannya yang masih baik, topografi daerahnya relatif datar, dan akses masuk yang lebih mudah.

Stasiun Riset Way Canguk itu sendiri merupakan sebuah camp yang terdiri dari enam bangunan. Masing-masing diberi nama dengan nama species yang ada di Way Canguk. Nama-nama tersebut adalah Hystrix, Trex Force, Argus, Elephas, Hylobates dan Aceros.

Fasilitas yang ada di stasiun riset Way Canguk disediakan sebagian besar untuk kepentingan penelitian dan pelatihan. Ada perpustakaan, kantor, laboratorium, kantin, kamar mandi, gudang, perlengkapan lapangan, dan pesawat telepon. Di tempat itulah mereka banyak melakukan simulasi dan belajar bersama tentang konservasi hewan langka dan tumbuhan. Di tempat itu pula para mahasiswa yang sedang melaksanakan kerja lapangan diajari bagaimana mengambil data yang benar untuk kepentingan survai biologi.
Beberapa hal mendasar yang diajarkan dalam simulasi antara lain bagaimana cara memasang kamera trap, bagaimana melakukan pengukuran pohon, dan pengetahuan tentang geographical information system (GIS).

Anton Nurcahyo, alumni Universitas Gajah Mada, mengaku Stasiun Riset Way Canguk selama ini menjadi pusat belajar bersama tentang penelitian koservasi. Anton, yang selama beberapa tahun menjadi staf peneliti di WCS-IP di Way Canguk, mengatakan banyak pula mahasiswa dari Indonesia dan luar negeri yang mengambil data penelitian konservasi di Way Canguk untuk menyusun skripsi, tesis, dan disertasi.

“Seingat saya sudah ada dua doktor yang dulu mengambil data di Canguk. Mereka  tinggal di kamp selama 3 bulan hingga 2 tahun,” kata Anton.

Mahasiswa yang selama ini sudah memanfatkan pusat penelitian Way Canguk antara lain dari UI, UGM, ITB, IPB. Univesitas Pakuan, Universitas Bengkulu, dan Universitas Lampung. Sementara mahasiswa luar negeri antara lain berasal dari Columbia University , New York University, Princeton University , dan Australia National University . Mahasiswa dari luar negeri umumnya adalah mereka yang sedang menyelesaikan program master dan doktor. (Oyos Saroso HN)