Siapa Peduli terhadap Pulau-Pulau Terpencil di Lampung?
Tempat wisata milik Sjachroedin Z,P. di Pulau Pahawang BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com – Beberapa waktu lalu kehebohan terjadi ketika sebuah pulau di Kabupaten Mentawai, Sumatera Baratditawarkan dijual di jaringan internet. Yang...
| Tempat wisata milik Sjachroedin Z,P. di Pulau Pahawang |
BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com – Beberapa waktu lalu kehebohan terjadi ketika sebuah pulau di Kabupaten Mentawai, Sumatera Baratditawarkan dijual di jaringan internet. Yang lebih menghebohkan, “penjual” pulau itu adalah orang asing selama ini memang mengelola pulau tersebut. Tak pelak, ketika berita itu tersebar, reaksi pun bermunculan. Umumnya reaksi itu bernada marah dan prihatin: bagaimana mungkin sebuah pulau milik Indonesia bisa diperdagangkan oleh orang asing?
Kasus itu memberikan pelajaran sangat berharga bagi kita, yaitu pelajaran tentang betapa pentingnya pulau-pulau itu bagi kita. Kalau pulau-pulau itu tidak dijaga, maka suatu saat mungkin saja akan benar-benar menjadi milik orang lain.
Bagaimana dengan pulau-pulau kecil di Lampung? Faktanya tak kalah mengejutkan: lebih dari 90 persen dari 69 pulau yang ada di Lampung kini dikuasai oleh perorangan. Selain para pendatang dari Jakarta, pemilik pulau-pulau terpencil yang eksotis di Lampung itu, adalah para pejabat dan orang asing.
Ketika menjabat sebagai Gubernur Lampung, pada 2010 Sjachroedin Z.P. pernah menyatakan Pemprov Lampung akan melakukan penamaan pulau-pulau kecil di wilayah Lampung. Menurut Gubernur saat ini ada sekitar 60-an pulau kecil di Lampung yang belum bernama. Hingga kini, saya tidak mendengar kabar tentang daftar nama pulau-pulau terpencil itu, berapa yang berpenghuni, berapa yang jadi milik perorangan, berapa yang masih bermasah terkait kepemilikan, berapa yang lestari, dan berapa yang rusak parah.
Yang pasti, ketika itu Bang Oedin, sapaan akrab Sjachroedin ZP, menegaskan, “Selama proses itu berlangsung, kami memperketat pengawasan terhadap pulau-pulau tersebut agar tidak terjadi kasus penjualan pulau seperti di Mentawai.”
Oedin ketika itu meyakinkan bahwa Pemprov Lampung berusaha keras melakukan pengawasan agar berbagai kasus yang menimpa pulau-pulau kecil Indonesia, tidak terjadi di Lampung.
Katanyam Pemprov Lampung akan melakukan verifikasi kepemilikaan pulau-pulau di Lampung agar tidak ada pihak asing yang mengklaim itu sebagai miliknya dan tidak ada upaya gelap penjualan pulau.
“Apabila sudah terdaftar, pertanggungjawaban pengelolaan pulau ada di tangan Pemda,” kata Bang Oedin ketika itu.
Data Mitra Bentala menyebutkan, jumlah pulau kecil di Lampung saat ini bertambah menjadi 130 pulau. Penambahan itu akibat adanya perubahan definisi pulau oleh tim verifikasi dari timnas Pembakuan Nama Rupa Bumi, Bakosurtanal, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jawatan Hidro-Oseanografi TNI AL, dan tim pakar.
Pulau-pulau tersebut terletak di lima kabupaten/kota di Lampung, yaitu Kota Bandalampung sebanyak 2 pulau, Lampung Barat sebanyak 3 pulau, Tanggamus sebanyak 43 pulau, Lampung Selatan sebanyak 79 pulau, dan Lampung Timur 3 pulau.
Di antara pulau-pulau itu ada yang memiliki kandungan minyak bumi, yaitu Pulau Segamat di Kabupaten Lampung Timur. Hanya Pulau Segamat yang tidak dikuasai perorangan. Pulau itu sering disebut warga sekitarnya sebagai “Pulau Gosong” karena selalu tenggelam jika air laut sedang pasang.
Dinas Kelautan Provinsi Lampung pernah berupaya “mengamankan” Pulau Segamat agar tidak dikuasai oleh perorangan. Pemda Lampung Lampung menganggarkan dana Rp100 juta untuk survei serta pengamanan pulau tersebut dan pulau-pulau terluar lain.
Sampai kini pun kelanjutan upaya penyelamatan pulau itu nyaris tak terdengar. Hasilnya seperti apa, masyarakat Lampung tidak taha. Publik di Lampung pun saya kira juga tidak banyak yang tahu bahwa mantan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP kini juga punya lahan sangat luas di Pulau Pahawang.
Pada umumnya, membeli pulau atau membeli sebagian lahan di pulau berarti bisa berbuat apa saja. Itu pula yang dilakukan seorang anggota DPRD Pesawaran ketika membeli 3 hektare lahan di Pulau Pahawang, beberapa waktu lalu. Membeli lahan pada Januari 2016, anggota Dewan itu sudah mulai membabat pohon mangrove di bibir pantai yang berbatasan langsung dengan lahannya. Alasannya: untuk membangun tempat wisata.
Pulau Pahawang
| Paatai Pulau Pahawang dan rest area mili Mr. Joo |
Aksi itu tentu terdengar aneh. Sebab, jauh-jauh hari Desa Pulau Pahawang sudah memiliki mekanisme tersendiri untuk menyelamatkan terumbu karang dan mangrove yang ada di perairan yang mengelilingi Pulau Pahawang.
Desa Pulau Pahawang memiliki Peraturan Desa (Perdes) yang antara lain berisi larangan bagi siapa pun untuk merusak mangrove dan terumbu karang. Para nelayan yang mencari ikan dengan bom ikan pun sekarang tidak berani mendekat ke perairan di sekitar Pulau Pahawang.
Pulau Pahawang yang memiliki luas 1.020 hektare, misalnya, 80 persen dari total 400-an kepala keluarga (1.664 jiwa) penduduknya berprofesi sebagai petani. Pahawang sendiri terdiri atas dua pulau, yaitu Pulau Pahawang Besar dan Pulau Pahawang Kecil.
Semua kawasan di Pulau Pahawang Kecil sejak lama dikelola oleh seorang berkewarganegaraan Prancis, Mr. Joo. Di pulau itu warga asal Prancis itu membangun dermaga dan rest area dengan bangunan berarsitektur Rumah Meranjat Sumatera Selatan.
Warga Prancis yang memiliki hak guna usaha selama 25 tahun untuk mengelola Pulau Pahawang itu juga memiliki rest area berupa tanah dan bangunan berarsitektur Rumah Kudus (Jawa Tengah) di sudut Pulau Pahawang Besar. Di depan rest area itu juga dibangun sebuah dermaga.
“Meskipun punya rest area, pemiliknya jarang sekali ke sini. Dia banyak membantu warga Pulau Pahawang di bidang pendidikan. Antara lain dengan membangun sekolah, dermaga, dan kantor desa,” ujar seorang warga Desa Pulau Pahawang.
Pengusaha besar yang juga mengelola pulau di Lampung adalah Artalita Suryani alias Ayin. Sejak beberapa tahun terakhir Ayin membangun kawasan wisata di Pulau Lelangga, dekat Pulaua Pahawang. Sementara taipan Tomy Winata sudah lama mengelola kawasan Pulau Bule di Kabupaten Lampung Selatan.
Oyos Saroso H.N.



