PUISI: ENDANG SUPRIYADI
Shadow of No Towers (canadianart) RASA PIZZA YANG TERPISAH di depan gedung aquity tower, penuh langkah yang bergegas. dua bayangan gedung, melengkung seperti alis matamu yang hitam di sebuah meja yang bersebelahan dengan &nbs...

Shadow of No Towers (canadianart) |
YANG TERPISAH
gedung aquity tower, penuh langkah
dua bayangan gedung,
seperti alis matamu yang hitam
yang bersebelahan dengan
sehangat popok bayi yang dijemur
yang terpisah dari jiwa, jangan
melegenda ke anak cucu kita. lidah mereka
akan sejarah botok, tumis kangkung,
oncom, ketela yang dikukus
meja di beranda siang yang
asing yang terhidang di meja,
aktual yang harus dibahas dengan
sebenarnya hati kita tak ada di situ,
tersangkut dimana. juga tuhan entah
sebelah mana ketika kita lupa berdoa?
terus berteriak-teriak, soal
menu yang ditambah. dengan mulut
lupa bercermin. sedang pisau dan garpu
di atas piring, membentuk
jiwa
terus bergerak seperti ombak yang
mencari tepian dunia di atas meja
tetap dengan menu yang sama, asing
asing di hati. sedang hati kita adalah sajadah,
yang menghidangi karut marut dunia!
ada yang tercuri dari matamu, yaitu
sebuah ruang yang teduh telah
suara-suara gaduh. ah, mungkin itu
yang terlepas ke langit menjelma hujan
tubuh kita.
2012/2013
ANAKKU
menginginkan aku selalu tertinggal
larinya. namun selalu saja
meletakkan kembali
dibarisan paling depan
itu menebang seluruh pohon
melindungi diriku dari terik, lagi-lagi
ada di sana menjelma payung
orang itu di simpang jalan,
menyampaikan hak keberadaanku. tapi
“jangan ayah! sebab ia telah
selimut di ruang kehidupan
pemalas!”
kau jadikan arang
menghitamkan genangan
buih lautan
menganga bagai kawah
uap bara ke rongga jiwa
angin kembara
tumbuh ilalang
belerang
kau jadikan tameng
menahan titian.
Falling Toward Mythopoesis (Phantastes illustration) |
LAMPUNG
sampai di hutan bakau. siang nanti,
anak gunung krakatau, katamu. aku
di bangku. duduk meragu. akankah
pantai panjang? aku rindu ombak
yang kerap melukis punggung onta!
di dalam buku, saranmu dari balik
masih meragu. akankah buku membuka
kegelapan untukku?
petang, aku akan ke pematang. melihat
berkeringat sutera; punggungnya berkilau
matahari.di situ ada ayahku, katamu. dia pelestari
sehari-hari mencangkul matahari. sayangnya,
adalah bayang dirinya sendiri!
ada ibuku, katamu lagi. limapuluh tahun lau,
muli muda di kampungku. untuk
kata ayah, lelaki harus berkeringat sutera
bekerja.
apa? kataku. kita adalah sebongkah garam
peradaban. peladang yang tak bercangkul
gunung krakatau, muncul di laut
2013/2014
pergi. jembatan itu
sebelum kutempuh
menjerat langkahku dengan
ada serpihan janji di benakku
kulebur saat badai bertamu
orang-orang risau melihat keranda
menawarkan hari agar minggu bisa
sabtu, senin mengalir ke jumat
yang memberi garis pada detak
kita? catatlah
yang selalu berjaga-jaga di tepian
pohon-pohon nyiur yang memotret
atas bangkai kepiting, bulan yang
sepotong tubuhnya dimamah gerhana
kekasihku, catatlah
pergi. ya, air sungai sudah berbalik arah
kamar-kamar rumahmu. aku
sebuah lilin tetap menyala dari lima
kumatikan. karena cahaya dari lukaku
untuk melihat kegagalanmu!
dasar diam,
selongsong peluru di mulutmu
meledak. kalimat apa
di dalam sana?
jejak yang tercipta ini
sempoyongan. mengekor sampai
menekuk di tepi ranjang,
meja makan
segala cuaca membentuk
buruk. di tiap kelokan waktu
belerang, udara yang kejang
mana-mana tumbuh ilalang!
dasar diam,
dan sebuah perahu
gelombang
ingatan, lahir bualan!
Supriadi, lahir di Bogor 1 Agustus 1960. Menulis puisi dan cerpen secara
otodidak sejak tahun 1983. karya-karyanya dimuat dipelbagai media cetak pusat
dan daerah seperti, Suara Karya, Republika, Merdeka, Media Indonesia, Pelita,
Berita Buana, Berita Yudha, Swadesi, Pikiran Rakyat, Nova, Lampung Post, Anita
Cemerlang, HAI, Nona, Singgalang, Majalah Sastra Kolong, Majalah Puisi Diksi,
Buletin Kreatif HP3N, Trans Sumatera, Bentara Budaya Kompas, Horison, Suara
Pembaruan, Koran Tempo, Jurnal Nasional.
juara I Lomba Cipta Puisi SPSI Tingkat Nasional (1992), Juara Harapan I Lomba
Cipta Puisi Hutan Eboni Tingkat Nasional (1994), Sepuluh Terbaik Lomba Cipta
Puisi Batu Beramal I (1994), Juara I Lomba Cipta Puisi Batu Beramal II (1995),
Sepuluh Terbaik Lomba Cipta Puisi Dewan Kesenian Mojokerto (1998), Nominasi
Lomba Cipta Puisi Perdamaian ‘Art and Peace’ Bali (1999), Nominasi Lomba Cipta
Puisi Borobudur Award (2000), Pemenang Lomba Cipta Puisi Seratus Tahun Bung
Hatta (2002), Pemenang Lomba Cipta Puisi Seratus Tahun Bung Karno
Juara III Lomba Cipta Puisi Krakatau Award (2002), masuk 15 Nominasi Lomba
Cipta Puisi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, (2006).
puisinya terkumpul dalam antologi puisi Sembilan Penyair Menatap Publik, Batu
Beramal I dan II, Kebangkitan Nusantara I dan II, Cerita dari Hutan Bakau,
Nuansa Hijau, Getar, Sahayun, Dari Bumi Lada, Songket I, Trotoar, Mimbar
Penyair Abad 21, Kaki Langit Kata-kata, Jakarta Jangan Lagi (selipan jurnal
kolong), Antologi Puisi Indonesia (KSI 1997), Antologi Puisi Borobudur Award,
Resonansi Indonesia (antologi puisi dwibahasa Cina-Indonesia 2000), Datang dari
Masa Depan, Gelak Esai& Ombak Sajak Anno 2001, Antologi Puisi Bentara
Kompas, editor Sutardji Calzoum Bachri, Jakarta Dalam Puisi Mutakhir, Nyanyian
Integrasi Bangsa (2001) Lampung Kenangan-Antologi Puisi Krakatau Award 2002,
Antologi Puisi Malam Bulan, 2002, Konser Ujung Pulau- Lampung Art Festival
(2002), Bung Hatta dalam Puisi (2003), Bisikan Kota, Teriakan Kota, Kota Yang
Bernama dan Tak Bernama-Dewan Kesenian Jakarta, 2003,Puisi Tak Pernah Pergi
2003-Anotologi Puisi Bentara Kompas, editor Sutardji Calzoum Bachri, Narasi
dari Pesisir, antologi puisi Krakatau Award 2004, Bumi Ini Adalah Kita Jua,
Antologi Puisi Kado Buat: SBY (2005), dan Jogya 5,9 Skala Richter (2006),
Dermaga Kota Tua (puisi-puisi pesisir, bersama Slamet Rahardjo Rais, Penerbit
Perpustakaan Umum Kota Madya JAKUT, 2007), Antologi Penyair Depok, Gong Bolong
(2008), Tanah Pilih, (Bunga Rampai Puisi Temu Sastrawan Indonesia I-2008),
Kenduri Puisi (Buah Hati Untuk Diah Hadaning – 2008), Jejak Sajak (sehimpun
puisi generasi kini, 2012), Narasi Tembuni (kumpulan puisi terbaik KSI Award
2012), Antologi Sastra Nusantara, penerbit Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2012, dan Antologi Puisi Menolak Korupsi, Penerbit Forum Sastra
Surakarta, 2013.
Puisi Tunggalnya: Tontonan Dalam Jam (1996), Lumpur di Mulutmu
(2010).Lima
buah cerpennya dijadikan skenario audiovisual untuk sinetron televisi: Lelaki itu
Bernama Oding, Sosok Bertopeng, Protes, Sumirah dan Dendam.
pada Temu Penyair se-Indonesia tahun 1994 dan 1996 di batu Malang, diundang
pada Temu Penyair Sumatera, Jawa dan bali oleh Dewan Kesenian Lampung th. 1996,
sebagai peserta Mimbar Penyair Abad 21 di Taman Ismail Marzuki th. 1996,
sebagai peserta pada Pertemuan Sastrawan Nasional ke IX dan Pertemuan Satrawan
Indonesia di Kayutanam Sumatera Barat th. 1997, diundang pada Pertemuan Penyair
oleh Dewan Kesenian Mojokerto th. 1998, dan salah satu juri dalam Lomba Cipta
Puisi Anti Kekerasan KSI Award 2001. Sebagai perserta pada acara Sastra Kota
DKJ Th. 2003, sebagai peserta MPU ke-1 di Anyer Th. 2004, sebagai perserta MPU
ke-2 di Bali Th. 2006, dan diundang sebagai peserta Lampung Art’s Festival Th.
2007 oleh Dewan Kesenian Lampung. Salah satu Panitia Kongres Komunitas Sastra
Indonesia ke-1 Th. 2008 di Kudus, Jawa Tengah. Sebagai peserta MPU ke-3 di
Lembang-Bandung Th. 2008, sebagai peserta MPU ke-4 di Solo Th. 2009, sebagai
peserta MPU ke 7 di Yogyakarta Th. 2012, Road show pembacaan Puisi Menolak
Korupsi di Halaman Gedung DPRD Kota Tegal Th. 2013, dan pernah beberapa kali
diundang baca puisi di studio RRI Jakarta. Kini tinggal di Depok. Jawa Barat.
email : endang_supriadi010860@yahoo.co.id, FB :endang.supriadi.7@facebook.com
Rumah: Jl. KH. Ridi RT003/02 No. 96,
Kel. Pondok Jaya, Kec. Cipayung – Depok 16431