Orang Dewasa Harus Bantu Buka Wawasan Para Remaja tentang Kesehatan Reproduksi dan Seksual
Seminar Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja di Aula Islamic Centre Lampung, Selasa (25/8). Foto: M Reza BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com –-Banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan orang dewasa terkait kesehatan reproduksi dan...

Seminar Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja di Aula Islamic Centre Lampung, Selasa (25/8). Foto: M Reza |
BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com –-Banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan orang dewasa terkait kesehatan reproduksi dan sosial bagi remaja. Di antaranya adalah membuka wasasan tentang pentingnya kesehatan reproduksi dan seksual bagi remaja serta membangun perhatian khusus kepada pemahaman remaja yang keliru terhadap seksualitas dan reproduksi,
Semua itu harus dilakukan agar para remaja memiliki sikap positif terhadap persoalan seksualitas dan reproduksi, yang pada akhirnya dapat membentuk perilaku remaja yang bertanggung jawab. Dengan demikian,masalah kehamilan yang tidak diinginkan dapat dihindari dan penularan penyakit seksual serta HIV/AIDS, khususnya bagi remaja mampu kita eliminasi dengan baik,
Itulah benang merah Seminar Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja yang diadakan oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR bekerjasama dengan Kesatuan Perempuan Lampung Utara, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Lampung Utara dan Pemerintah Kabupaten Lampung Utara, Selasa (25/8).
Kegiatan yang bertempat di Aula Islamic Centre Lampung Utara ini diikuti oleh puluhan pelajar SMA dan MA se-Lampung utara.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari berbagai sektor, yaitu Ketua Badan PP&KB Lampung Utara dr.Maya Manan, Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara Eli Lukitasari, SKM, M.Kes Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Sely Fitriyani dan Ketua Kesatuan Perempuan Lampung Utara Amperawaty P Berangai.
Dalam paparannya Maya mengatakan usia remaja dapat dikatakan sebagai usia yang kritis. Menurut Maya, secara biologis alat reproduksi remaja sudah mencapai kematangan. Artinya mereka sudah mampu aktif secara seksual.
”Tetapi norma-norma sosial dan agama membatasi aktualisasi potensi itu sampai masuk ke jenjang pernikahan. Masa ini masa yang potensial tetapi terlarang melakukan aktualisasi seksual tersebut seiring denga semakin dininya awal kematangan alat reproduksi (dibawah lima belas tahun) dan naiknya rata-rata usia pernikahan (di atas 20 tahun),” kata Maya
Menurut Maya, remaja dituntut untuk mengendalikan dorongan seksualnya selama masa tersebut. Dari sudut pandang agama, pengendalian ini dimaknai sebagai wujud ketakwaan kepada Tuhan. Sementara dari sudut pendang kesehatan reproduksi, menghindari seks pra nikah adalah cara terbaik untuk mencegah penularan infeksi menular seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki.
Seorang siswi bertanya kepada narasumber terkait kesehatan reproduksi pada Seminar Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja di Aula Islamic Centre Lampung, Selasa (25/8). Foto: M Reza |
Kondisi yang tejadi saat ini, kata dia, kebanyakan orang tua tidak memberikan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada remaja. Karena adanya ketakutan hal ini akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orangtua atau sekolah, cenderung berperilaku seks yang lebih baik dibanding anak yang mendapatkannya dari luar.
Hal senada diungkapkan Amperawaty.
Menurut Amperawaty, keengganan para orang tua untuk memberikan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi.
“Hambatan utamanya justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah, karena remaja seringkali merasa tidak nyaman untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini,” katanya.
Yang terjadi di lapangan, kata Amperawaty,, remaja sering merasa bahwa orangtuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman dan internet yang belum tentu benar.
Menurut Sely, salah satu langkah yang bisa diambil dalam upaya pemenuhan informasi yang benar, BKKBN memiliki program Pusat Informasi dan Konsultasi Remaja (PICR) untuk membantu memberikan informasi yang benar terkait masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi untuk remaja.
“Harapannya seusai acara ini, teman-teman pelajar bisa memberitahukan dan mengajak sekolahnya untuk bekerja sama dengan BKKBN agar upaya pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja dapat dipenuhi,” kata Sely.
M. Reza