Namanya Dicatut, Gubernur Lampung Terpilih Lapor Polisi
TERASLAMPUNG.COM — Menjelang pelantikan atau pengambilan sumpah dan jabatan sebagai Gubernur Provinsi Lampung Periode 2018-2023, ditengarai ada pihak-pihak yang mengatasnamakan akun media sosial (medsos) di Facebook dan menggunakan nomor handph...

TERASLAMPUNG.COM — Menjelang pelantikan atau pengambilan sumpah dan jabatan sebagai Gubernur Provinsi Lampung Periode 2018-2023, ditengarai ada pihak-pihak yang mengatasnamakan akun media sosial (medsos) di Facebook dan menggunakan nomor handphone dengan aplikasi WhatsApp (WA) diduga untuk melakukan penipuan atau penyalahgunaan akun dengan mengatasnamakan atau menggunakan nama dan foto-foto Gubernur Lampung terpilih Arinal Djunaidi.
Terkait pencatutan namanya yang berpotensi disalahgunakan, Gubernur Lampung terpilih Arinal Djunaidi melaporkan kasus tersebut ke Polda Lampung, Kamis, 30 Mei 2019.
Laporan ke Polda diwakili kuasanya yakni Yuhadi, SHI (Ketua DPD II Partai Golkar Bandar Lampung) dan Gindha Ansori Wayka (Bakum HAM Partai Golkar Lampung).
Ansori menjelaskan, Arinal Djunaidi tidak memiliki akun Facebook dan akun yang digunakan oleh pelaku untuk menipu yakni akun facebook atas nama Hi. Arinal dan untuk nomor WA dengan nomor 081367217781.
“Kami menghimbau agar masyarakat Lampung berhati-hati dengan modus penipuan yang mengatasnamakan Gubernur Lampung Ir. H. Arinal Djunaidi dan apabila ada hal-hal yang mencurigakan bahwa ada pihak yang melakukan perbuatan serupa mohon dikonfirmasi terlebih dahulu kepada orang-orang terdekat Gubernur Lampung terpoilih Ir. H. Arinal Djunaidi dalam hal ini keluarga terkait kebenaran informasi tersebut,” kata Ansori.
Menurut Ansori, pelaku melanggar Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah
data yang otentik”.
“Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar,” katanya.