Kontroversi Menteri Susi Pudjiastuti (5)
Mendapat ucapan selamat dari mantan suami (foto: Uni Lubis) Oleh Uni Lubis Mbak Susi sangat disiplin soal kerapian dan kebersihan rumah. Bangunan rumah pribadi dibuat hampir semuanya dari kayu, berwarna coklat tua. Saya masuk melihat sampai...

Mendapat ucapan selamat dari mantan suami (foto: Uni Lubis) |
Oleh Uni Lubis
Mbak Susi sangat disiplin soal kerapian dan kebersihan rumah. Bangunan rumah pribadi dibuat hampir semuanya dari kayu, berwarna coklat tua. Saya masuk melihat sampai ke dalam kamar pribadinya. Wow! Bahkan kamar hotel bintang lima pun belum tentu serapih itu.
Semua berwarna putih. Dari seprei, handuk, alas kaki. Semua tertata rapi. Di toilet dan kamar rias, handuk beragam ukuran dalam gulungan. Bersih. Nyaman. Tentu saja kamarnya berukuran besar. Di berbagai sudut halaman komplek rumah, ada tulisan: membuang sampah sembarangan, denda Rp 25.000.
Penataan rapi menjalar ke semua bagian, termasuk di ruang makan dan ruang tamu. Pagi hari saat kami sarapan, meskipun makanannya sederhana dan dimasak sendiri oleh koki yang dipekerjakan di situ, makanan ditata rapi. Para pilot, staf dan tamu makan bersama tuan rumah. Sesudah sarapan saya membaca buku, bersantai di sudut beranda luas. Menikmati suasana. Di sudut lainnya, Susi memimpin rapat dengan para pilot. Saya mengamati.
Sebagai bos, Susi sangat tegas. Suaranya yang berat, seperti suara laki-laki menambah efek tegas itu. Dia memimpin rapat, duduk di kursi, melipat kakinya. Gaya rilek. Tapi perintah-perintahnya membuat para pilot menyimak serius. Sesekali dia mengisap rokok. Inti dari perintah Susi pagi itu adalah profesionalitas dalam bekerja. “ Kalian orang asing, bekerja di Indonesia. Pahami budaya daerah di mana kalian bertugas. Hormati kultur dan kebiasaan lokal. Jaga nama baik perusahaan. Layani penumpang dengan baik. “ Mbak Susi bahkan mengingatkan, “kalau malam hari bersantai pergi ke bar, jangan sampai bikin perkara.”
Hari itu saya livetweet kegiatan di rumah Mbak Susi. Banyak respon positif dan kagum. Sama persis dengan respon yang saya terima saat kemarin menceritakan beberapa poin obrolan dengan Menteri Susi, kemarin. Usai rapat, Mbak Susi mengajak saya berkeliling melihat pabrik. Masuk ke pabrik pengemasan lobster kami harus menggunakan jas yang sudah disediakan, juga sepatu boot. Harus steril sesuai standar yang ditetapkan negara tujuan ekspor. Mbak Susi mengecek detil hasil pengemasan, juga di area pembersihan lobster dan ikan. Sesudah itu kami ke bangunan Susi Training Center. Ketika Mbak Susi masuk, semua pilot menyambut. Suasana rilek, tapi nampak respek yang besar. Diam-diam saya merasa bangga. Cerita orang Indonesia punya stigma inlander, nggak ada di sini. Justru perempuan Indonesia begitu berwibawa di depan orang asing.
It was fun and insightful weekend. Sempat ke pantai juga.
Kami menginap semalam. Minggu sore kembali ke jakarta bersama Mbak Susi. Dia membawa oleh-oleh. Di Bandara Halim, dia berikan oleh-oleh dari Pangandaran, kue-kue, untuk petugas di bandara. Mereka nampak akrab. Di situ seperti rumahnya juga. Lama dia berkantor di sana, sebelum kemudian memiliki sejumlah kantor di kawasan bisnis Jakarta.
Sejak liburan itu, saya tidak pernah kontak Mbak Susi lagi. Tapi mengikuti semua perkembangan bisnisnya dari cerita suami. Termasuk masalah berat yang dia alami saat pesawat Susi Air jatuh.
Menjadi menteri kabinet Jokowi
Pagi hari sebelum menghadiri pengumuman menteri kabinet Presiden Jokowi, Mbak Susi masih bertanya kepada dirinya. Apakah dia bisa beradaptasi dengan dunia birokrasi? Dengan dunia politik? “Saya ini tipe yang tidak bisa diatur-atur. Saya percaya dengan apa yang saya lakukan. Saya orang merdeka. Bahasanya, saya ini seringkali dianggap agak gila, setengah waras. Ini saya sampaikan saat bertemu Pak Jokowi. Beliau bilang, Bu Susi, kita memang perlu orang-orang yang setengah waras dan gila kerja. Yang penting kerjanya bener. Makanya saya mempercayai Bu Susi.”
Soal tanggapan sebagian publik yang kaget karena ada menteri yang tidak tamat sekolah menengah, Mbak Susi berujar, “ Mbak Uni telpon Pak Sarwono Kusumaatmadja deh. Apa dia bilang? Susi nggak perlu tamat sekolah karena dia pekerja keras dan pintar. Kita-kita ini yang harus belajar dari dia.”
Saya tidak perlu menelpon Pak Sarwono Kusumaatmadja, mantan sekjen Golkar yang pernah menjadi Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara. Saya tahu ucapan Pak Sarwono benar. Profesor perikanan dan kelautan pun belum tentu bisa membangun bisnis seperti Mbak Susi.
Selain Pak Sarwono, Mbak Susi berteman dengan banyak aktivis juga politisi. Sejumlah jendral juga saya tahu berteman baik dengan Mbak Susi. Dia seorang yang pandai membangun jejaring dengan semua kalangan. Ini pasti bermanfaat untuk Presiden Jokowi yang kurang memiliki dukungan di parlemen, dan tergolong “pendatang baru” di lingkungan elit politik. Saya tidak heran jika nanti dia mempercayakan pengelolaan perusahaannya kepada salah satu dari mantan petinggi militer. Bisnis perikanan dan penerbangan yang dikelola Susi Pudjiastusi Group membutuhkan orang dengan disiplin kerja kuat. Sulit mencari yang seperti Mbak Susi, sang pendiri sekaligus chief executive officer (CEO).