Dua Buku Berwarna Lokal Lampung Segera Terbit

BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com  – Dua buku dengan warna lokal Lampung segera hadir. Buku yang ditebitkan Pustaka Labrak itu adalah  Batu Serampok (kumpulan cerpen) dan edisi kedua Mencari Jejak Masa Lalu Lampung, Lampung Tumbai 2...

Dua Buku Berwarna Lokal Lampung Segera Terbit
BANDARLAMPUNG, Teraslampung.com  – Dua buku dengan warna lokal Lampung segera hadir. Buku yang ditebitkan Pustaka Labrak itu adalah  Batu Serampok (kumpulan cerpen) dan edisi kedua Mencari Jejak Masa Lalu Lampung, Lampung
Tumbai 2014
(seranai tulisan kolom tentang Lampung)
Direktur Pustaka Labrak Udo Z Karzi
mengatakan, Batu Serampok adalah kumpulan cerpen Tita Tjindarbumi, penulis asal
Lampung yang kini tinggal di Surabaya. Sedangkan Mencari Jejak Masa Lalu Lampung merupakan sehimpun artikel Frieda
Amran yang dimuat di rubrik Lampung Tumbai, Harian Lampung
Post
Minggu tahun 2014. 
Frieda Amran adalah seorang peneliti dan ahli sejarah asli Sumatera Selatan yang sudah lama bermukin di Negeri Belanda dan memiliki perhatian besar terhadap khazanah jejak dan peninggalan leluhur Lampung yang disimpan di Musium Leiden, Belanda.
Zul mengatakan, dua  buku ini bisa menjadi bacaan
penyejuk hati di tengah sumpeknya perpolitikan pasca-Pilkada dan
gonjang-ganjing isu ekonomi yang tetap mengkhawatirkan. 
“Bagi yang ingin
memahami sedikit mengenai manusia dan budaya Lampung, kedua buku ini wajib
dibaca,” kata Udo.
Penulis Batu Serampok, Tita Tjindarbumi menyatakan kegembiraannya dengan
terbitnya buku kumpulan cerpen perdananya ini. “Dengan kumpulan
cerpen ini, saya merasa kembali ke dunia saya. Ini yang membuat hati saya
bersorak gembira. Menulis cerpen bagi saya adalah rekreasi. Bertualang dari
tokoh ke tokoh. Membayangkan setting
lokasi yang indah dan tentu punya banyak cerita,” ujarnya.
Tita
mengaku kehadiran buku ini seperti simbol pulang kampung baginya. “Seperti kata
Udo (Udo Z Karzi) beberapa tahun lalu, jika penulisnya belum bisa pulang
kampung, setidaknya karyanya pulang kampung. Dan, cerpen-cerpen di buku ini
semua telah dimuat di Lampung Post
dan Fajar Sumatera, yang terbit di
Bandarlampung,” ucapnya lagi.
Mengomentari
buku kumpulan cerpen ini, paus sastra Lampung Isbedy Stiawan ZS mengatakan, TitaTjindarbumi
bukan  nama asing dalam percaturan cerpen di Indonesia,
“jebolan” Anita Cemerlang
ini sampai sekarang masih setia dengan dunia “mimpi”-nya.
“Bagi perempuan cerpenis asal
Lampung dan menetap di Surabaya ini, pulang adalah kunci bagi menghimpun
kenangan-kenangan (dan kerinduan) yang pernah tercecer semasa kanak-kanak. Di
dalam kumpulan cerpennya ini, terkuak hal-hal yang saya terangkan itu, seperti
cerpen yang memimpin cerita-cerita lainnya; Batu
Serampok
,” kata Isbedy.
Sebagai perempuan, kata Isbedy, Tita
juga mengedepankan ihwal gender. Sejumlah cerita yang membicarakan lelaki
terhimpun di sini, di samping dunia keperempuanan itu sendiri. “Tentu sangat
menarik, dan patut dibaca dan dihargai. Inilah perempuan cerpenis semasa remaja
di Jalan Raden Intan Gang Tjindarbumi, Bandar Lampung.“
Lampung Tumbai
Sedangkan Frieda Amran mengatakan buku Mencari Jejak Masa Lalu
Lampung yang ditulisnya merupakan kumpulan artikel yang diterbitkan di dalam
rubrik ‘Lampung Tumbai’ di harian Lampung
Post
selama tahun 2014. “Artikel-artikel itu ditulis berdasarkan
tulisan-tulisan para ilmuwan, pegawai pemerintahan Hindia-Belanda dan
penjelajah Inggris dan Belanda di abad ke-19 mengenai Lampung. Sebagian besar
artikel itu ditulis dalam bahasa Belanda kuno. Hanya satu artikel (dari tangan
Kapt. Jackson) yang ditulis dalam bahasa Inggris,” kata dia.
Ia menegaskan artikel-artikel ‘Lampung Tumbai’ bukanlah
merupakan terjemahan.  Struktur kalimat
dan gaya tulis bahasa Belanda kuno teramat panjang dan berbelit-belit. Untuk
pembaca awam di masa kini, struktur dan gaya bahasa demikian  akan sangat membosankan. Karena itu ia menulis
ulang sumber-sumber tulisan itu dengan gaya penuturannya sendiri.
Peneliti
di Pusat Penelitian Sumberdaya Regional, LIPI Erwiza Erman dalam pengantarnya di
buku ini mengatakan, buku Mencari Jejak
Masa Lalu Lampung
cukup penting secara keilmuan bagi orang Lampung dan para
peminat sejarah.
Persoalan
bahasa menjadi kendala utama yang mematahkan semangat mahasiswa dan peneliti
untuk tidak menggunakan pendekatan sejarah yang memanfaatkan sumber-sumber
tertulis berbahasa Belanda. “Ini ide cemerlang seorang antropolog yang
menyejarah, Frieda Amran. Sebagai seorang yang pernah menjadi mahasiswa
Pascasarjana Jurusan Antropologi di Universitas Leiden, pernah menggunakan
pendekatan sejarah untuk objek studinya di bidang Antropologi dan tinggal di
negeri Belanda, ia memahami  betul
keterbatasan-keterbatasan tersebut,” ujar Erwiza.
Menurut
sejarawan ini, sumber-sumber tertulis tentang Lampung begitu kaya dan tampaknya
belum diolah dengan baik. “Misalnya saja informasi mengenai mitos dan asal-usul
nama Lampung dan orang Lampung. Sumber-sumber informasi untuk satu tema ini
saja dapat membangkitkan pertanyaan-pertanyaan kritis tidak saja tentang
asal-usul dan mitosnya, tetapi juga mengenai sejarah pembentukan marga, suku,
kampung dan persebarannya  dalam pola
geografi yang berbeda, di pedalaman dan di pantai.”
Pertanyaan-pertanyaan
lanjut, kata dia, misalnya tentang sejarah pembentukan kampung, sejarah
demografi Lampung, termasuk pola migrasi dari satu periode ke periode lain.
Lampung adalah wilayah transmigran Jawa yang telah dirancang Belanda pada awal
abad ke-20.  
 TL-Rls