Seandainya Pulau Pasaran Jadi Tempat Wisata
Budi Hutasuhut Saya ke Pulau Pasaran, salah satu kawasan unik di Kota Bandar Lampung, pada Minggu sore, 27 Desember 2015. Pemandangan laut diguyur senja menyambut saya dengan lidah-lidah air berwarna kemerah-merahan. Desau angin di daun-daun bakau. K...

Budi Hutasuhut
Saya ke Pulau Pasaran, salah satu kawasan unik di Kota Bandar Lampung, pada Minggu sore, 27 Desember 2015. Pemandangan laut diguyur senja menyambut saya dengan lidah-lidah air berwarna kemerah-merahan. Desau angin di daun-daun bakau. Kapal-kapal nelayan dengan tiang-tiang menjulang terlihat sunyi, bagai tak pernah mengembara. Orang-orang membunuh waktu di sekitar kapal, menabur pancing.
Saya bersepeda motor, sebuah pengalaman yang baru. Asyiik. Beberapa tahun lalu, jika ingin ke Pulau Pesawaran, saya harus menyewa perahu. Harganya tawar-menawar, dan biasanya tak pernah pas untuk saya. Pemilik perahu selalu mengkemplang harga. Saya selalu menggerutu, tapi tetap naik.
Kini, tak ada perahu dengan pemilik yang seenaknya. Sudah ada jembatan, yang menghubungkan Pulau Pasaran dengan Kota Bandar Lampung. Sekitar dua tahun lalu, di masa pemerintahan Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN, dibangun jembatan selebar satu meter dan sepanjang nyaris 1.000 m. Bersepeda motor di jembatan, nyaris seakan sedang membela lautan. Di kiri dan kanan ada banyak kapal berlayar, ada bagan nelayan, dan tidak sedikit perahu yang dikayuh melaju perlahan.
Sekali-sekali saya berhenti, memotret. Sayang, keindahan ini jika tak direkam. Tapi, setelah itu, mendadak saya merasa seperti wisatawan. Beberapa orang menegur saya, begitu ramah. Satu dua orang mengajak singgah, mengajak bercakap-cakap. Tema pembicaraan tentang saya sebagai wisatawan.
“Sekarang orang suka jalan sore-sore ke sini,” kata Deddy, warga Pulau Pasaran, yang sedang memancing di jembatan.
Jalan sore-sore, itu seperti yang saya lakukan. Tak ada salahnya, justru sangat menggoda. Apakah pemerintah daerah tak pernah memikirkan soal ini, soal menjadikan Pulau Pasaran sebagai destinasi baru pariwisata? Entahlah. Yang jelas, Pulau Pasaran memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan kepada wisatawan.
Daerah ini penghasil ikan teris. Nyaris sepanjang mata memandang, ada tempat penjemuran ikan teri. Bukankah ikan teri itu bisa jadi souvenir jika dikemas dengan baik? Bukankah menjadi penjemur ikan teri juga bisa ditawarkan sebagai paket wisata. Bukankah pula di kawasan itu kini sudah banyak budidaya kerambah kerang hijau?
Tiba-tiba saya ingin menemui Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN yang baru saja terpilih dan ingin mengajaknya berwisata ke Pulau Pasaran. Atau mengajak Yusuf Kohar makan kerang hijau di Pulau Pasaran.
BACA JUGA: Teri Pulau Pasaran: Bandarlampung yang Memproduksi, Medan yang Dapat Nama