Pernyataan Sikap KIDP tentang Dampak Konsentrasi Kepemilikan dan Intervensi Pemilik Lembaga Penyiaran terhadap Isi Siaran dalam Pemilu 2014
Sepanjang tahun politik, antara 2013-2014, telah terjadi berbagai kasus yang mencederai hak publik atas informasi yang benar dan berimbang. Kasus-kasus itu terutama melibatkan media televisi yang menggunakan domain publik berupa frekuensi. Sepa...

tahun politik, antara 2013-2014, telah terjadi berbagai kasus yang mencederai
hak publik atas informasi yang benar dan berimbang. Kasus-kasus itu terutama
melibatkan media televisi yang menggunakan domain publik berupa frekuensi.
telah terjadi berbagai kasus yang mencederai hak publik atas informasi yang
benar dan berimbang. Kasus-kasus itu terutama melibatkan media televisi yang
menggunakan domain publik berupa frekuensi.
adalah rekaman rapat politik kader Partai Hanura di Jawa Timur yang
membicarakan rencana penyalahgunaan program jurnalistik RCTI untuk kepentingan
politik pemilik atau kelompoknya (Mei 2013).
frekuensi juga terlihat secara sistematis dengan diangkatnya Pemimpin Redaksi
Global TV sebagai Wakil Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Hanura.
seruan agar setiap jurnalis yang terlibat kontestasi politik atau sebagai tim
pemenangan, mengundurkan diri atau non-aktif dari redaksi, namun faktanya,
Pemimpin Redaksi RCTI masih merangkap sebagai tim sukses salah satu pasangan
capres.
yang keberatan memberitakan isu yang tak jelas sumbernya, dan diberi sanksi
oleh Pemimpin Redaksi (merangkap Tim Sukses Capres) yang mengaku di media
sosial telah non-aktif dan tidak menerima gaji.
disaksikan penonton televisi sejak semester pertama 2013, namun dalam catatan
KIDP, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baru mengeluarkan teguran pertama
terkait konten siaran politik pada 20 September 2013. Lembaga Penyiaran yang
ditegur adalah TVRI, dan belum menyentuh sejumlah Lembaga Penyiaran Swasta.
tegas dalam UU Penyiaran (32/2002), UU Pers (40/1999), Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS), bahkan Kode Etik Jurnalistik,
KPI baru mengeluarkan Surat Edaran pada 5 September 2013 dengan judul:
Penggunaan Spektrum untuk Siaran Tertentu.
dijatuhkan pada 5 Desember 2013 terhadap 6 Lembaga Penyiaran Swasta. Uniknya,
teguran tersebut diakumulasikan dan dicampur aduk antara isi siaran (termasuk
program jurnalistik) dan iklan. Padahal, keduanya dapat dihitung sebagai
pelanggaran yang berbeda.
Cerdas atau Kuis Kebangsaan mulai ditayangkan Oktober 2013, namun baru ditegur
pada Desember 2013, meski substansi acara dan pelanggarannya sama (kuis yang
disponsori atau dibiayai oleh peserta Pemilu).
baru benar-benar diberi sanksi penghentian sementara (setelah Teguran Tertulis
Kedua) pada 20 Februari 2014. Dihitung sejak penayangan perdana, ada rentang
waktu 4 bulan.
merugikan publik dan hampir tidak ada beban bagi pelanggar, karena sudah cukup
menikmati periode waktu yang panjang sebelum akhirnya benar-benar dihentikan
oleh KPI.
cenderung tidak memiliki pola yang konsisten dalam pemberian sanksi.
dikenal beberapa jenis sanksi mulai teguran tertulis, penghentian sementara
program siaran, pembatasan durasi, denda, hingga pencabutan izin siaran.
substansi pelanggaran yang sama, KPI cenderung mengulang-ulang teguran hingga
berkali-kali, sehingga tidak menimbulkan efek jera dan program siaran yang
melanggar, berjalan terus.
2014, belum ada televisi yang mendapatkan Teguran Tertulis Kedua, meski
masyarakat telah merasakan wajah televisi yang sangat partisan dan
terang-terangan.
ancaman akan merekomendasikan pencabutan izin frekuensi, baru dilakukan KPI
pada 9 Juni 2014 terhadap dua stasiun televisi (Metro & TV One).
Namun ancaman ini terbukti tak menyurutkan pelanggaran demi pelanggaran yang
dilakukan.
benar-benar menulis surat kepada Pemerintah (Kementrian Komunikasi dan
Informatika) untuk mengevaluasi pemberian izin penyiaran bagi MetroTV dan TV
One.
ini ada dua petisi yang mendukung KPI dan mendesak pemerintah untuk mencabut
izin frekuensi MetroTV dan TV One. Per tanggal 13 Juli 2014, petisi melawan TV
One telah ditandatangani oleh 26.050 individu. Sedangkah petisi melawan Metro
TV ditandatangani oleh 3.500 individu.
Presiden, juga ada setidaknya dua stasiun televisi (RCTI dan GlobalTV)
menunjukkan konsistensi pelanggaran yang nyata, dan secara kuantitas, bahkan
lebih banyak atau sama dengan kedua TV sebelumnya. Dan keduanya, rata-rata baru
menerima Teguran Tertulis atau bahkan hanya Peringatan.
pada stasiun TV terjadi pada 9 Juli 2014, saat Pemilu Presiden, di mana
televisi telah menjadi bagian dari mesin politik salah satu kubu dengan
berita-berita klaim kemenangan dan hasil survei yang meresahkan dan berpotensi
memicu konflik di masyarakat.
Diramalkan
merasa dirugikan dan televisi menjadi bahan cemoohan, KIDP telah melihat akar
masalah dari karut marutnya industri penyiaran.
mengingatkan regulator dalam hal ini Kemenkominfo dan KPI untuk dengan tegas
menegakkan peraturan perundang-undangan baik yang menyangkut kepemilikan dan
isi siaran. Bahkan pada tahun 2011 KIDP mengajukan “judicial review”
kepada Mahkamah Konstusi agar memberikan tafsir tunggal soal kepemilikan
televisi yang disalah tafsirkan oleh pihak pemilik dan stasiun televisi
“nasional” sehingga terjadi pemusatan dan konsentrasi kepemilikan. Pemusatan
dan konsentrasi kepemilikan sangat berbahaya buat demokrasi dan keanekaragaman
. Keseragaman akan terjadi dan opini publik akan dikuasai oleh segelintir
televisi, bahkan oleh segelintir orang yang pada gilirannya akan dipergunakan
oleh pemilik untuk kepentingan pribadinya baik secara ekonomi, sosial dan
politik. Mereka akan lebih mengutamakan kepentingan pemilik daripada publik.
karena menurut MK tidak terdapat multitafsir. Yang harus dilakukan,
menurut MK adalah implementasi norma dan penegakan hukum. Jadi MK
menegaskan bahwa tidak boleh ada monopoli dan pemusatan kepemilikan. Untuk itu
sebenarnya regulator diminta dengan tegas menegakkan peraturan perundang-undangan.
penyiaran dan intervensi pemilik kini terjadi secara telanjang dan vulgar
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Penelitian tiga lembaga atas permintaan
Dewan Pers yaitu Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA), Remotivi dan
Masyarakat Peduli Media memperlihatkan intervensi pemilik sangat vulgar.
Penelitian ini telah dipresentasikan pada bulan Maret 2014 di kantor Dewan
Pers. Itu sebabnya regulator harus menegakkan peraturan
perundang-undangan yang kini dilanggar.
atas, KIDP menyatakan:
Mendesak Negara, dalam hal ini
pemerintah, untuk segera merespon rekomendasi KPI agar mengevaluasi atau
meninjau kembali bahkan mencabut izin penyelenggaraan penyiaran MetroTV
dan TV One yang mempergunakan frekuensi milik publik.
Pencabutan izin penyelenggaran
penyiaran tidak perlu berdampak terhadap ribuan karyawan, karena Negara akan
menyiapkan skenario transisi dari pengelola lama ke pengelola baru, yang
memperoleh mandat pengelolaan frekuensi berdasarkan kontrak dan komitmen untuk
memanfaatkannya bagi sebesar-besar kepentingan publik.
KPI harus segera menjatuhkan sanksi
yang sama terhadap setidaknya dua Lembaga Penyiaran (RCTI dan Global TV) yang
dalam amatan KIDP, secara kuantitas dan kualitas melakukan pelanggaran yang
terus menerus dan tidak menunjukkan itikad baik untuk menghormati hukum.
KIDP bersama elemen masyarakat sipil
lainnya, akan melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap adanya
konsentrasi kepemilikan televisi yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya mengatakan bahwa implementasi norma harus
dilakukan oleh regulator di bidang penyiaran. KIDP berpendapat sampai saat ini
implementasi norma dan penegakan tidak dilakukan khususnya oleh pemerintah.
Gugatan yang sama, akan kami lakukan
terhadap Pemerintah (Kominfo) bila dalam periode tertentu tidak segera
mengambil langkah-langkah konkret untuk melaksanakan rekomendasi KPI
sebagaimana dimandatkan dalam UU Penyiaran.
Gugatan berikutnya akan kami lakukan
terhadap KPI bila masih menunjukkan inkonsistensi dalam pola pemberian sanksi
terhadap televisi lain yang secara kuantitas maupun kualitas, melakukan
pelanggaran.
terhadap oligarki industri penyiaran dan dampaknya terhadap publik, dapat
menjadi perhatian dan didukung semua pihak.
Demokratisasi Penyiaran
Jakarta
Media
Publik