“Ndobos”

Oleh: Sudjarwo Pemerhati masalah Sosial dan Pendidikan Ndobos, dalam bahasa Jawa memiliki arti bohong atau berbicara tanpa ada kebenarannya. Namun, dalam perkembangannya, ndobos memiliki makna yang lebih luas, bahwa arti ndobos adalah ‘asal ber...

“Ndobos”

Oleh: Sudjarwo
Pemerhati masalah Sosial dan Pendidikan

Ndobos, dalam bahasa Jawa memiliki arti bohong atau berbicara tanpa ada kebenarannya. Namun, dalam perkembangannya, ndobos memiliki makna yang lebih luas, bahwa arti ndobos adalah ‘asal berbicara’, adapula juga yang mengartikannya ‘bisa berbicara tapi tidak mau melakukan’. Demikian hasil kutipan yang diambil dari PMII Unnes pada satu laman media sosial.

Sebenarnya kata ndobos itu lebih ada pada bahasa rasa.Sebab, dia merupakan kata ungkapan dari perasaan ketidaksukaan akan pembicaraan orang lain, yang kebenarannya masih diragukan. Atau juga bisa bermakna sebagai ungkapan ketidak sukaan kepada seseorang yang diposisikan sebagai orang yang sering hanya bicara tanpa bukti, istilah millennial disebut “OmDo”, singakatan dari omong doang.

Akhir-akhir ini para pendobos ini berkeliaran di banyak lini kehidupan, baik di dunia nyata maupun di dalam dunia maya. Bahkan cara pendobosannya dari yang vulgar sampai yang sangat halus. Anehnya, sudah tahu bahwa itu ndobos, masih banyak orang yang percaya dengan kendobosan itu. Setelah tersandung baru teriak-teriak mengeluarkan umpatan, atau menangis berkepanjangan. Bahkan, akhir-akhir ini ada perusahaan yang menyiapkan jasa untuk membuat pendobosan, dan produknya biasanya diminati oleh mereka yang sudah mabok akan keinginannya. Jasa pembuat halusinasi ini menetapkan tarif cukup mahal, bahkan ada hitung-hitungannya untuk durasi, jangkauan, bahkan keragaman.

Untuk menghemat biaya sekarang pelaku ndobos membentuk tim pendobosan guna merekamsiarkan semua skenario ndobosnya untuk dapat dipublis setelah dikemas secara baik. Namun, tidak disadari oleh pelaku ndobos bahwa sekarang semua kita diawasi oleh masyarakat maya, yang jangan terkejut kita juga bisa menjadi pengawas juga. Pengawasan yang dilakukan seperti ini, seolah pengawasan melekat dan tidak dapat keluar dari spektrum nitizen sebagai warga maya. Kita bisa seketika kehilangan muka manakala kedapatan akan kecurangan atau kebohongan yang kita lakukan oleh mereka; karena mereka akan langsung “merujak” kita tanpa ampun. Menjadi lebih parah lagi semua ini menjadi jejak-jejak digital yang sangat sulit untuk dihapus.

Perilaku ndobos ternyata sekarang juga melanda calon-calon yang akan mencalon, apapun jabatan yang dibidiknya, tidak penting kita bicarakan. Akan tetapi kita fokus pada perilaku ndobosnya para calon tadi; sehingga mereka yang baru melek akan gerak dunia ini, menjadi kepincut bahkan ingin mengambil peran dalam pendobosan tadi. Anehnya pula, pendobosan calon dijual kepada tukang ndobos lainnya, dikelola serta dikemas sedemikian rupa sehingga pendobosan baru menjelma menjadi sesuatu yang menarik.

Perilaku saling ndobos yang sedang marak bahkan cenderung menjadi “perang ndobos” itu, bagi mereka yang memiliki pengamatan jeli, menjadikan tontonan menarik tersendiri. Karena tidak jarang tampilan perilakunya sering diluar nalar normal. Namun bagi mahasiswa yang mempelajari disiplin ilmu tertentu justru mungkin mendapatkan lahan study; sebab peristiwa seperti ini selalu terulang setiap akan ada “hajatan pemilihan umum”, apapun level dan jabatan yang dijadikan obyek pilihan.

Pertanyaan lanjut adalah: apakah perilaku ndobos itu buruk atau baik. Jawabannya tergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan. Jika pertanyaan itu ditujukan kepada mereka yang mengutamakan keterusterangan, kejujuran dan sifat-sifat mulia lainnya; maka secara kompak mereka akan menjawab tidak baik. Sebaliknya pertanyaan itu jika ditujukan kepada mereka yang sumber kehidupannya dari kendobosan orang lain, maka jawabannya ndobos itu perlu, karena dengan kendobosan orang lain dia mendapatkan pendapatan.

Hidup pada situasi yang relative, memang kita harus bijak. Apalagi dimudahkan dengan media sosial yang tanpa batas. Suka atau tidak suka bisa berjalan bersamaan pada papan layar yang sama.

Kemampuan untuk mengendalikan diri sangat dituntut, sehingga tidak mudah menerima informasi begitu saja. Di samping berita hoak ternyata ada berita ndobos yang harus diwaspadai, agar tidak hanyut terbawa arus yang membahayakan keselamatan diri. Karena kebenaran sekarang dasarnya bukan fakta, namun dasarnya adalah persepsi; menurut filsafat hal itu wajar dan biasa saja, namun dalam dunia nyata justru itu adalah persoalan tersendiri yang tidak jarang menuai masalah baru.

Selamat Ngopi Pagi.