Kearifan Lokal dalam Program Bantuan Kambing Bergulir di Lampung Timur
TERASLAMPUNG.COM, LAMPUNG TIMUR — Sepenggal siang, akhir September 2009. Irama gamelan dan nyanyian Jawa sudah terdengar sejak pagi hari. Kursi-kursi plastik berjajar di bawah tenda berwarna biru. Ketika matahari beranjak tinggi, para tamu yang...

Barisan pertama adalah para petani dari Kelompok Pemuda-Pemuda Metro Kibang (KPPMK) Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Lampung Timur. Kelompok ini pada 2006 lalu mendapatkan bantuan ternak sebanyak 100 ekor dari Heifer International Indonesia .
Barisan kedua adalah Kelompok Sosial Masyarakat (KSM) Eka Mandiri Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Lampung Timur. Sebanyak 25 orang anggota kelompok ini pada 2007 lalu mendapatkan bantuan kambing sebanyak 100 ekor dari kelompok pertama (KPPMK). Sedangkan barisan ketiga terdiri dari para petani dari KSM Rejo Makmur Desa Karangrejo dan KSM Ambon Kuning Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Lampung Timur.
Siang itu kelompok penerima, terdiri atas 25 petani akan memberikan kambing secara gratis sebanyak 100 ekor kepada kelompok penerima kedua. Selanjutnya kelompok kedua akan memberikan kambing kepada kelompok ketiga—juga berjumlah 25 orang dengan 100 ekor kambing—kepada kelompok ketiga.
Begitulah, prinsip “Small is Beautifull” yang dikembangkan sosiolog E.F. Scumacher benar-benar diterapkan dalam program bantuan kambing bergulir tersebut.
Agar bantuan itu tepat sasaran dan terus bisa digulirkan kepada kelompok miskin lain, peran NGO lokal sebagai pendamping sangat penting. NGO pendamping itulah yang memverifikasi apakah calon penerima bantuan layak atau tidak diberi bantuan.
Siang itu, di bawah terik matahari, diringi alunan irama gamelan Jawa, Ngadiman, 67, salah seorang petani dari barisan pertama, menyanyikan lagu mocopat (salah satu jenis nyanyian dalam nyanyian Jawa Kuno): Sedulurku, tampanane menda ingon-ingon iki/mbok kok gulawentah kanthi gemati/muga-muga bisa nak kumanak/ben bisa mbiyantu nambah kamulyanmu… (Saudaraku, terimalah kambing peliharaan ini/rawatlah dengan baik-baik/semoga bisa membantu menambah kesejahteranmu…).
Mewakili kelompok kedua, Darmo, 70, menerima kambing dari kelompok kedua dengan nyanyian mocopat juga. Isi nyanyiannya kurang lebih berarti: Terima kasih saudarakau/Akan kami rawat kambing peliharaan ini dengan sebaik-baiknya/Semoga Tuhan memberikan berkah bagi kita semua// .
Upacara serah terima kambing dengan tradisi Jawa itu kemudian dilanjutkan dari barisan kedua kepada barisan ketiga. Bagi warga Desa di Kecamatan Metro Kibang, serah terima dengan upacara adat itu merupakan pertanda bahwa mereka bertanggung jawab secara bersama-sama untuk memelihara kambing bantuan.
Sebagai warga transmigran asal Pulau Jawa yang masih memegang erat kebudayaan Jawa, mereka menginginkan adanya rasa kegotong-royongan di antara sesama warga desa untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dengan cara memelihara ternak kambing dan mengolah pertanian dengan kearifan lokal.
Para petani anggota kelompok tani penerima bantuan dari Heifer International tidak hanya mendapatkan bantuan kambing bergulir. Mereka juga belajar bersama tentang cara mengolah pertanian dengan pupuk organik yang dibuat dari kotoran kambing.
Wagiman, 60, warga Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur mengaku sudah tiga tahun merasakan banyak manfaat bantuan kambing bergulir. Selain bisa memiliki kambing sendiri yang menjadi modal usaha pertanian, Wagiman juga bisa belajar tentang cara mengolah padi dan kebun organik.
“Sudah tiga tahun terakhir beberapa penduduk desa kami membuat pupuk organi. Kami juga sudah menikmati nasi yang dihasilkan padi organik. Sayuran yang kami masak maupun kami jual ke pasar juga tanpa pupuk buatan pabrik. Rasanya lebih enak dan lebih menyehatkan,” kata Wagiman.
Wagiman mengaku pada 2006 lalu mendapatkan bantuan 3 kambing betina dan 1 kambing jantan dari Heifer. Dari empat kambing yang pelihara sejak tiga tahun lalu, kini sudah berkembang menjadi belasan ekor. Pada tahun 2008 lalu Wagiman sudah bisa menyumbangkan 4 kambing kepada petani lain.
Dengan memiliki 12 ekor kambing, Wagiman juga bisa mengolah pupuk organik. Selain untuk memupuk kebun kopi dan sayur-mayur miliknya, pupuk organik hasil olahan Wagiman juga dijual kepada warga desa tetangga. Wagiman menjual satu liter pupuk organik cair seharga Rp 20 ribu/liter, sementara pupuk organik padat dijual Wagiman seharga Rp 5 ribu/kg.
Heifer International wilayah Sumatera memang merancang bantuan yang diberikan kepada para petani memang dirancang untuk menumbuhkan semangat kemandian dan berbagi kepada para sesama. Prinsipnya: Kalau ada orang kaya bersedekah atau berbagi dengan orang miskin itu biasa. Namun, kalau ada orang yang tadinya dianggap miskin kemudian memberikan bantuan kepada orang miskin, baru luar biasa.
Itulah prinsip berbagi secara bergulir sebagai asas penerusan manfaat yang diajarkan Heifer. Sebuah prinsip yang sebenarnya sudah sangat lama hidup di Indonesia dalam bentuk tradisi gotong royong Dalam program tersebut, selain memberikan bantuan,Heifer juga mencoba lebih menguatkan lagi nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung transformasi sosial masyarakat perdesaan.