Hari Bumi dan Investasi untuk Keberlanjutan Hidup
Dr Eng. Ir. IB Ilham Malik, IPM Kepala Pusat Riset dan Inovasi Metropolitan ITERA, Dosen Prodi PWK ITERA Pada hari ini, Jumat 22 April 2022, kita memperingati hari bumi. Seperti biasa, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tidak ada yang gegap gempita...

Dr Eng. Ir. IB Ilham Malik, IPM
Kepala Pusat Riset dan Inovasi Metropolitan ITERA, Dosen Prodi PWK ITERA
Pada hari ini, Jumat 22 April 2022, kita memperingati hari bumi. Seperti biasa, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tidak ada yang gegap gempita menyambut hari bumi. Memang benar, bahwa ada beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh para penggiat lingkungan hidup di Indonesia dan dunia. Namun, harus kita akui juga bahwa hari bumi ini belum terlihat sebagai suatu momentum yang penting bagi pemerintahan dan juga masyarakatnya untuk menggalang kebersamaan secara berulang-ulang. Agar kita bisa hidup aman dan nyaman pada suatu tempat yang Bernama BUMI.
Penyebabnya memang ada beberapa, tetapi mungkin yang menjadi penyebab utama rendahnya perhatian pada hari bumi ini adalah adanya keyakinan berbagai pihak bahwa bumi kita pada saat ini sebenarnya masih baik-baik saja. Karena ada juga asumsi yang mengatakan bahwa se-ekstrem apapun kerusakan yang dilakukan oleh manusia terhadap bumi, pada akhirnya nanti bumi akan menyesuaikan ulang ke kondisi semula. Bahwa dalam proses penyesuaian ulang tersebut, akan ada banyak pihak yang dirugikan olehnya, ini adalah sebuah peristiwa yang sejalan dengan logika “tabur tuai”.
Manusia pada dasarnya sudah memahami hal tersebut. Jadi, manusia tahu konsekuensi dari mengeksploitasi alam dan mereka dengan sadar akan menerika konsekuensinya di suatu waktu nanti. Meskipun, mereka berharap tidak terjadi pada diri mereka sendiri. Ini adalah sebuah fenomena (atau bahkan paradok) dari perilaku manusia dalam mengeksploitasi alam. Tahu dampak negatifnya, tetapi karena ada unsur butuh atau ingin (yang sedemikian dominan), maka mereka pun tetap melakukannya. Tetap mengeksploitasi alam.
Jika ini yang sudah menjadi perspektif dalam aksi yang mereka lakukan, lalu upaya penyadaran yang seperti apa lagi yang bisa dilakukan oleh para penggiat lingkungan dan juga pemerintah? Ini akan menjadi bagian yang paling sulit untuk bisa dijawab. Apalagi melakukan penjelasan terhadap berbagai jawaban atas pertanyaan tadi.
Ada yang menarik: berbagai pihak termasuk organisasi Earthday sekalipun mengatakan bahwa peranan pihak swasta pada dasarnya sangatlah tinggi dan sangat penting, dalam upaya untuk mencapai target keseimbangan lingkungan dan pembangunan di atas bumi ini. Sebab, perusahaan-perusahaan swasta inilah yang telah mampu memadukan antara variable “kebutuhan dan keinginan” dalam satu entitas yaitu entitas bisnis. Dan, kondisi itu sering dibingkai dalam suatu unit yang bernama unit usaha. Jadi, pelaku penting kerusakaan alam dan juga pelaku upaya untuk memperbaiki ala mini adlaah pihak pengusaha. Kalangan usahawan yang kemudian disebut sector swasta (private sectors).
Atas nama berbagai hal juga, eksploitasi alam yang telah mereka lakukan, telah menjadi hal yang secara sengaja mereka pilih, demi suatu hal yang mereka sebut sebagai keberlanjutan hidup manusia. Tetapi seringkali tanpa ada pengendalian. Dokumen yang diamanatkan agar disiapkan oleh setiap pihak yang ingin mengeksploitasi alam, yang kita kenal dengan nama dokumen Amdal, ternyata tidak semuanya mampu mengendalikan “nafsu” untuk “memenuhi” kebutuhan tadi.
Itulah sebabnya kita semakin hari akan semakin sering disuguhi oleh massifnya bencana hidrometeorologi dan semacamnya. Istilah bencana mungkin bersifat tuduhan terhadap alam. Karena sesungguhnya alam melakukan stabilisasi terhadap dirinya sendiri. Manusia yang menghuninyalah yang harus dapat menyesuaikan diri dengan perilaku bumi.
Lalu apa yang dapat kita perbuat untuk berkontribusi pada kestabilan bumi ini. Pertama, hindari tempat aktivitas rutin alam sebagai tempat aktivitas manusia. Patuhi betul pedoman penataan ruang yang menyebut mana Kawasan lindung dan mana Kawasan budidaya. Jangan lagi ada “perkawinan” lahan antara keduanya yang menyebabkan ketidakseimbangan alam pun terjadi.
Dua, bangun kesadaran untuk menjaga lingkungan ke setiap manusia yang ada di daerah kita. Caranya, pemerintah Bersama berbagai pihak membuat buku saku pedoman hidup Bersama alam di daerah masing-masing. Setiap ada pengajuan IMB atau pembayaran PBB, berikan buku itu agar menjadi buku saku keluarga. Soal ini saya teringat dengan buku pedoman hidup di Jepang yang saya dapat sesaat setelah saya menjejakkan kaki bermukim disana untuk kurun waktu empat tahun. Kota kita masing-masing perlu untuk menirunya.
Jalan panjang untuk menyatukan manusia Indonesia dengan alam masih harus terus ditempuh. Akan tetapi, inilah yang membuat kita sebagai bangsa menjadi survive. Daya tahan dan daya juang masyarakat Indonesia sedemikian tinggi. Manajer bangsa yang baik, pemimpin bangsa yang visioner, merekalah yang dapat memanfaatkan kehandalan masyarakatnya. Dengan cara yang benar, segenap pemuda Indonesia digerakkan, maka akan menjadikan Indonesia sebagai pemimpin bagi negara-egara lain di bumi ini. Bumi akan bersahabat dan mendukung Indonesia jika memang ada kesadaran si manusia sendiri bahwa ia hanyalah sebagai penumpang di atas bumi ini.
Selamat Hari Bumi 2022!