Dugaan Ijazah Palsu Kades di Lampura, Pengguna dan Penerbitnya Bisa Dipenjara
Feaby|Teraslampung.com Kotabumi–Akademisi Universitas Muhammadiyah Kotabumi, Lampung Utara, Suwardi menilai, persoalan ijazah yang diduga palsu merupakan perbuatan pidana serius. Tak hanya si pengguna, institusi yang menerbitkannya pun dapat me...

Feaby|Teraslampung.com
Kotabumi–Akademisi Universitas Muhammadiyah Kotabumi, Lampung Utara, Suwardi menilai, persoalan ijazah yang diduga palsu merupakan perbuatan pidana serius. Tak hanya si pengguna, institusi yang menerbitkannya pun dapat mendekam di balik jeruji besi selama lima atau enam tahun lamanya.
“Pemalsuan ijazah ini pidana serius. Tak hanya pengguna ijazah tapi juga yang memalsukan atau mengeluarkan ijazah palsu itu terancam hukuman penjara berikut pidana dendanya,” tegas Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kotabumi ini, Minggu (13/2/2022).
Suwardi menjelaskan, ancaman hukuman penjara berikut pidana denda terkait persoalan tersebut diatur dalam pasal 68 ayat 1 di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada ayat tersebut disebutkan setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
“Pasal ini ditujukan pada mereka yang membantu mengeluarkan ijazah,” paparnya.
Ia menjelaskan, ancaman untuk si pengguna ijazah yang diduga asli tapi palsu itu diatur pada ayat selanjutnya. Dalam ayat tersebut tegas disebutkan bahwa setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang di peroleh dari satuan pendidikan tidak memenuhi persyaratan dipidana sama ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
“Tidak hanya itu, mereka yang terlibat dalam pemalsuan ijazah dapat dikenakan juga pasal 263 KUHP yang ancaman hukumannya 6 tahun,” tegas dia.
Ia juga menyatakan, dugaan skandal penggunaan ijazah palsu ini juga merupakan pelecehan terhadap dunia pendidikan. Alasanya ; bagaimana mereka dengan mudahnya dapat memperoleh ijazah, tanpa harus susah payah mengikuti tahapan belajar dan ujian. Jika tidak diambil tindakan tegas, maka akan menjadi preseden buruk, baik terhadap lembaga pendidikan maupun anak-anak didik dan masyarakat.
“Agar tidak terulang lagi di kemudian hari, siapa pun yang terlibat harus diproses secara hukum jika memang dugaa itu terbukti benar adanya,” jelasnya.
Sebelumnya, dugaan penggunaan ijazah palsu Paket B milik milik PHS kian menguar. Alasannya ; ijazah Paket B yang dikeluarkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) “Sepakat” Tanjung Raja ternyata bukanlah atas nama Poniran HS, melainkan atas nama Sopyan Nurrohim.
Hal itu diketahui dari Surat yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Lampura No.800/614/14-LU/2021. Dalam surat tertanggal 23 Desember 2021 yang ditandatangani Mat Soleh Kepala Disdikbud Lampura, disebutkan benar PKBM Sepakat pada Tahun Pelajaran 2016/2017 menyelenggarakan Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional Paket B. Namun berdasarkan Daftar Peserta Ujian Nasional Tahun 2016/2017 Data Peserta Didik dengan NISM 9962443178 adalah atas nama Sopyan Nurrohim bukan atas nama Poniran HS.
Surat Disdikbud Lampura itu disampaikan, sebagai jawaban atas Surat yang dilayangkan Kantor Hukum IRH & Partners Advokat dan Konsultan Hukum, sebagai kuasa hukum pelapor. Pelapor menyampaikan adanya dugaan penggunaan Ijazah palsu yang digunakan Poniran pada pencalonan dirinya sebagai Kepala Desa Subik pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serantak pada 8 Desember 2021 lalu.
Merujuk Surat Disdikbud Lampura itu, jelas Poniran tidak mengikuti pelajaran dan ujian nasional program kesetaraan paket B tahun pelajaran 2016/2017 yang diselenggarakan PKBM sepakat. Lantas mengapa ijazah yang ditandatangani ketua atau kepala PKBM Sepakat Iskandar Zulkarnaen dapat berada ditangan Poniran. Apalagi kemudian dipergunakan untuk pencalonan. Apakah Poniran tidak mengetahui jika ijazahnya itu atas nama orang lain, atau memang bekerja sama dengan Iskandar Zulkarnaen untuk melakukan pemalsuan ijazah.
Di sisi lain, Poniran HS menyatakan dirinya tidak mengetahui jika ijazahnya itu palsu atau asli. Tetapi ia menyatakan mengikuti pembelajaran dan ujian nasional paket B pada PKBM Sepakat tahun pelajaran 2016/2017. Disampaikan Poniran, bahwa program Paket B itu ia ikuti sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran pada PKBM Sepakat. Karenanya, apabila ijazah tersebut palsu, yang bertanggungjawab adalah PKBM Sepakat. Tentu pemalsuan itu bukan dilakukan dirinya, melainkan PKBM Sepakat yang mengeluarkan ijazah tersebut.
“Jika tuduhan itu benar, dalam hal ini saya menjadi korban. Karenanya saya sendiri akan menuntut secara hukum PKBM itu. Sebab saya merasa benar-benar mengikuti tahapan-tahapan belajar pada PKBM Sepakat,” jelas dia.