Tantangan Berat bagi Bupati Lampung Utara Mendatang
Feaby Handana Kabupaten Lampung Utara merupakan satu dari tiga daerah tertua di Provinsi Lampung. Bahkan, usianya sebentar lagi akan menginjak ke-78 tahun pada 15 Juni mendatang. Sebelum mengalami tiga kali pemekaran, luas wilayahnya mencapai 19.368,...

Feaby Handana
Kabupaten Lampung Utara merupakan satu dari tiga daerah tertua di Provinsi Lampung. Bahkan, usianya sebentar lagi akan menginjak ke-78 tahun pada 15 Juni mendatang.
Sebelum mengalami tiga kali pemekaran, luas wilayahnya mencapai 19.368,50 km². Namun, kini luas wilayahnya hanya tinggal 2.726 km2. Ketiga kabupaten hasil pemekaran dari Lampung Utara itu adalah Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulangbawang, dan Kabupaten Lampung Barat.
Dalam perjalanannya, ketiga kabupaten hasil pemekaran dari Lampung Utara itu kembali mengalami pemekaran. Ada Kabupaten Tulangbawang Barat, Mesuji, dan Pesisir Barat. Jika dianalogikan sebagai manusia, Lampung Utara telah memiliki tiga anak, dan tiga cucu.
Jika anak dan cucunya seolah berlomba-lomba untuk mengembangkan daerahnya melalui pelbagai pembangunan baik di sektor fisik maun nonfisik, Lampung Utara malah sebaliknya. Seperti jalan di tempat.
Salah satu indikatornya sebut saja angka kemiskinan di Lampung Utara. Selama lima tahun terakhir, yakni 2019-2023, Lampung Utara sukses menjadi kampiunnya di Lampung. Kalau tidak percaya, mari kita tengok data BPS Lampung dalam kurun waktu tersebut.
Persentasenya adalah 19,90 persen di tahun 2019, 19,30 persen di tahun 2020. Kemudian, kembali naik menjadi 19,63 persen di tahun 2020. Tahun 2022 menurun menjadi 18,41 persen, dan kembali turun menjadi 17,17 persen di 2023.
Sebenarnya, Pemkab Lampung Utara bukannya tidak berbuat. Banyak kok pembangunan fisik dan nonfisik yang mereka lakukan. Hanya saja, apa yang mereka lakukan selama ini terlihat tidak efektif dan efisien
Hal ini kian diperparah dengan kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan di sana yang juga terlihat kurang profesional dan proporsional. Alhasil, kegaduhan demi kegaduhan selalu saja terjadi saban tahunnya. Banyak energi dan konsentrasi terbuang percuma karena hal tersebut.
Kegaduhan-kegaduhan yang terjadi sejatinya nyaris sama tiap tahunnya. Kalau tidak urusan proyek, ya, urusan Alokasi Dana Desa dan lainnya. Yang agak berbeda hanya di tahun inu. Itu dikarenakan adanya skandal keuangan tahun 2023 di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah/BPKAD.
Semua itu bisa jadi akibat tata kelola keuangan di sana cukup buruk. Kalau saja pengelolaannya baik, tentu honorarium penanggung jawab pengelolaan keuangan BPKAD tak akan disoal oleh Badan Pengelolaan Keuangan atau BPK.
Skandal keuangan di sana ternyata tak hanya menyasar sejumlah petinggi BPKAD melainkan juga menyeret-nyeret Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara. Keduanya dinilai oleh BPK tidak layak untuk menerima honorarium penanggung jawab pengelolaan keuangan BPKAD. Itu diikarenakan jabatan Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (bupati) dan Pembantu Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (wakil bupati) disebut-sebut tidak memiliki dasar hukum.
Total honorarium yang wajib dikembalikan oleh mereka berdua mencapai Rp1,2 M. Uang itu wajib dikembalikan ke kas daerah sebelum tanggal 18 Maret habis. Artinya, tinggal enam hari lagi. Adapun total uang yang wajib dikembalikan oleh petinggi-petinggi BPKAD yang bermasalah nyaris mencapai Rp500-an juta.
Skandal yang dapat dikatakan sukses mencoreng nama bupati dan wakil bupati jelang akhir masa jabatan mereka tersebut seakan menyempurnakan kegaduhan lainnya. Di antaranya mati surinya Perusahaan Daerah Air Minum Way Bumi, mati surinya Perusahaan Daerah Lampura Niaga, skandal pencopotan jabatan puluhan pejabat tahun 2022, skandal memalukan pencopotan dan pengangkatan Kepala Desa Subik, rendahnya kedisiplinan ASN, mati surinya RSUD H.M.Ryacudu, proses mutasi/promosi beberapa pejabat yang bisa dua hingga tiga kali promosi dalam setahun.
Kemudian, ada utang dengan PT SMI Rp100 miliar, bisa berdirinya menara telekomunikasi tak berizin di depan rumah dinas wakil bupati, pengelolaan sampah yang semrawut, perolehan Pendapatan Asli Daerah yang tak mencapai target selama dua tahun terakhir, buruknya kondisi infrastruktur jalan, terbengkalainya aset gedung seperti kompleks Islamic Center, Gedung Pusiban Agung, ramainya pedagang yang berdagang di atas trotoar, serta minimnya ruang terbuka hijau.
Semua persoalan di atas merupakan pekerjaan rumah yang harus dibereskan oleh Penjabat Bupati Lampung Utara tak terkecuali oleh bupati terpilih hasil Pilkada pada November mendatang.
Meskipun belum diketahui siapa yang akan menjadi peserta Pilkada Lampung Utara, namun setidaknya publik mulai mendapatkan gambaran siapa saja yang akan dimajukan oleh partai politik. Wajah-wajah lama dan baru mulai terdengar di telinga publik.
Yang jelas, para bakal calon peserta Pilkada mendatang wajib memiliki kemampuan yang mumpuni. Tak hanya mumpuni dalam urusan pengelolaan pemeritahan, tapi juga harus piawai dalam urusan keuangan. Pendek katanya, hanya di bawah pemimpin yang tepat, persoalan itu perlahan dapat terurai seiring berjalannya waktu. Muaranya, Lampung Utara dapat menyajajarkan diri dengan daerah lain di Lampung. Warga pun dapaf beraktivitas dengan nyaman tanpa dipusingkan oleh buruknya kualitas jalan dan pelayanan serta kegaduhan yang tidak penting.