Sejarah Hari Ibu, Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia (4)
Nyi Hajar Dewantara dan Ki Hajar Dewantara (dok tembi.net) Mengenai keputusan Kongres untuk mengirim utusan ke Kongres Perempuan Asia di Lahore, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kongres itu tak dapat dilaksanakan oleh...
| Nyi Hajar Dewantara dan Ki Hajar Dewantara (dok tembi.net) |
keputusan Kongres untuk mengirim utusan ke Kongres Perempuan Asia di Lahore,
ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kongres itu tak dapat
dilaksanakan oleh aktivis perempuan India, sehingga dilaksanakan oleh perempuan
Inggris.
dipenjara karena menentang pemerintah Inggris. Sikap utusan Indonesia yang
tidak ikut dalam Kongres itu mendapat kritikan dari sebagian mereka yang
memiliki andil dalam pengumpulan dana untuk mengirimkan utusan itu.
Kongres PPII ini, Soejatin menyampaikan ceramah berjudul “Pendidikan Wanita”.
Perempuan Indonesia, Jakarta 20-24 Juli 1935
Perempuan Indonesia tahun 1935 diikuti oleh tidak kurang dari 15 perkumpulan,
di antaranya Wanita Katolik Indonesia, Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati,
Aijsiah, Istri Sedar, Wanita Taman Siswa dan lain sebagainya. Kongres diketuai
oleh Ny. Sri Mangunsarkoro.
menghasilkan keputusan:
mendirikan
Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang
dilakukan perempuan Indonesia;
tiap
perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini akan meningkatkan pemberantasan
buta huruf;
tiap
perkumpulan yang tergabung dalam Kongres ini sedapat mungkin berusaha
mengadakan hubungan dengan perkumpulan pemuda, khususnya organisasi putri;
didasari perasaan kebangsaan, pekerjaan sosial dan kenetralan pada agama;
menyelidiki secara mendalam kedudukan perempuan Indonesia menurut hukum Islam
dan berusaha memperbaiki kedudukan itu dengan tidak menyinggung agama Islam;
Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban
kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”.
Perempuan Indonesia menjadi badan tetap yang melakukan pertemuan secara
berkala. Didirikan Badan Kongres Perempuan Indonesia untuk mengkoordinasi
undangan pertemuan. Dengan berdirinya badan tersebut maka PPII dibubarkan.
Perempuan Indonesia, Bandung, Juli 1938
dikuti berbagai perkumpulan perempuan, di antaranya Poetri Indonesia, Poetri
Boedi Sedjati, Wanito Tomo, Aisjiah, Wanita Katolik dan Wanita Taman Siswa.
Kongres diketuai oleh Ny. Emma Puradiredja. Isu yang dibahas dalam Kongres
antara lain, partisipasi perempuan dalam politik, khususnya mengenai hak
dipilih. Saat itu pemerintah kolonial telah memberikan hak dipilih bagi
perempuan untuk duduk dalam Badan Perwakilan. Mereka di antaranya adalah Ny.
Emma Puradiredja, Ny. Sri Umiyati, Ny. Soenarjo Mangunpuspito dan Ny. Sitti
Soendari yang menjadi anggota Dewan Kota (Gementeraad) di berbagai daerah. Akan
tetapi karena perempuan belum mempunyai hak pilih maka perempuan menuntut
supaya mereka pun diberikan hak memilih. Kongres
memutuskan:
22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan arti seperti yang dimaksud
dalam keputusan Kongres tahun 1935;
Komisi Perkawinan untuk merancang peraturan perkawinan yang seadil-adilnya
tanpa menyinggung pihak yang beragama Islam.
Perempuan Indonesia, Semarang Juli 1941
ini diikuti oleh berbagai perkumpulan perempuan yang mengikuti kongres
perempuan sebelumnya. Kongres diketuai oleh Ny. Soenarjo Mangunpuspito.
menghasilkan keputusan: menyetujui
aksi Gapi (Gabungan Politik Indonesia) dengan mengajukan “Indonesia
Berparlemen” pidato yang memuat tuntutan hak pilih dan dipilih dalam parlemen,
yang ditujukan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
dengan adanya milisi Indonesia
agar perempuan pun selain dipilih dalam Dewan Kota juga memiliki hak pilih;
diajarkannya pelajaran Bahasa Indonesia dalam sekolah menengah dan tinggi;
empat badan pekerja:
pekerja pemberantasan buta huruf
pekerja penyelidik masalah tenaga kerja perempuan
Perempuan Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mencapai tujuan dan
maksudnya, terutama yang menyangkut tuntutan perempuan di dalam perkawinan, dan
kehidupan sosial ekonomi. Sebagai sebuah gerakan, Kongres Perempuan Indonesia
telah menjadi suatu momentum bersatunya berbagai perkumpulan perempuan. Hal
tersebut juga dipengaruhi oleh iklim gerakan nasional saat itu. Situasi dan
kondisi sebagai bangsa yang terjajah membuat bangsa bumi putra, apalagi kaum
perempuan, sulit bergerak dan mengambil langkah untuk mengorganisasi diri.
adalah suatu yang sangat luar biasa
bahwa di dalam kondisi seperti itu, para perempuan Indonesia dari berbagai
daerah dapat berkumpul bersama, mengemukakan pikiran dan pendapatnya mengenai
berbagai permasalahan khususnya permasalahan perempuan.
Perempuan Indonesia 1928 merupakan suatu gerakan, kongres tersebut adalah wujud
suatu kebersatuan perempuan yang dengan kebersadaran atau tidak, melakukan
tindakan kolektif melalui perkumpulan-perkumpulan.
tersebut didasari pengetahuan mengenai adanya ketidakadilan dan subordinasi
yang dialami perempuan karena seksualitasnya. Pengetahuan itu telah melahirkan
bermacam perbedaan persepsi mengenai titik pandang pemecahan masalah dari
masing-masing perkumpulan. Meskipun begitu, pada akhirnya Kongres memutuskan
mendirikan suatu gabungan perkumpulan PPPI. Pendirian perkumpulan inilah yang
dapat dikenali sebagai persatuan perempuan, kebangkitan perempuan. Kebersatuan
itu tidak mereduksi keberadaan perkumpulan perempuan yang tergabung di dalamnya
untuk tetap menjadi bagian dari gerakan. Perkumpulan tetap eksis dan
masing-masing perkumpulan berusaha melaksanakan keputusan Kongres, sesuai
dengan cara dan pijakannya.







