Sejarah Hari Ibu, Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia (1)

Presiden Soekarno dalam Kongres Perempuan 1950 (dok Tropen Museum) Pengantar Redaksi: Hari Ibu merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember memiliki makna penting bagi gerakan per...

Sejarah Hari Ibu, Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia (1)
Presiden Soekarno dalam Kongres Perempuan 1950 (dok Tropen Museum)

Pengantar Redaksi: Hari Ibu merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember memiliki makna penting bagi gerakan perempuan Indonesia. 


Peringatan Hari Ibu berbeda dengan Mother Day di negara-negara Barat. Ia tidak terkait langsung dengan sejarah para ibu yang sukses membangun kehidupan rumah tangga. Sejarah Hari Ibu di Indonesia terkait erat dengan perjuangan kaum perempuan modern Indonesia melalui Kongres Perempuan I di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.

Berikut ini adalah tulisan tentang sejarah Kongres Perempuan Indonesia yang kemudian diperingati sebagai Hari Ibu.Semua tulisan ini bersumber dari wartafeminis.com :

Perempuan Indonesia, adalah komunitas yang memiliki keragaman dalam menyikapi berbagai bentuk persoalan kemasyarakatan, akan tetapi memiliki kesamaan dalam bentuk penindasan dan pengabaian yang dialami.

Pengabaian hak dan penindasan yang disebabkan sebagai manusia ia berjenis kelamin perempuan. Hal yang terjadi di berbagai belahan dunia  di mana pun, saat manusia eksis dengan ciri biologis perempuan dan laki-laki, male female. Maka lahirlah perbedaan yang berujung diskriminasi, yang dipraktekan terus menerus sampai ada perubahan yang menghentikan praktek tersebut.

Bagaimanapun kondisi perempuan Indonesia tak dapat dilepaskan dari pola dan budaya kehidupan masyarakat pada umumnya. Selama masa kolonial hingga kemerdekaan, perempuan selalu berada dalam posisi subordinat di keluarga dan masyarakat. Beberapa pengecualian tentu saja ada, di beberapa wilayah Indonesia, meskipun dalam perkecualian tersebut, basis diskriminasi dan penidasan tetap saja ada dan dapat dilacak.

Tulisan ini tak hendak mengupas panjang kondisi diskriminasi dan penindasan, akan tetapi ydalam hal ketersuarakannya kepentingan perempuan di lingkup publik dan domestik mulai dihembuskan dilantangkan dari jaman ke jaman di Indonesia dalam suatu pergerakan untuk menghentikan penindasan,  sehingga kepentingan dan hak, serta kebutuhan perempuan pun terwakili dan terwujud, yang pada akhirnya membuka jalan perempuan tahu apa yang diinginkannya (kesadaran/consciousness), apa yang ingin dikatakannya untuk dirinya ataupun untuk orang lain.

Bila ditelusuri fakta sejarahnya, bukan historiografi Indonesia atau penulisan sejarah Indonesia, kaum perempuan adalah kelompok yang mengambil bagian dalam perjuangan, apakah di jaman pergerakan (- 1945) maupun di jaman kemerdekaan (1945-). Akan tetapi dalam berbagai literatur tentang sejarah dan peringatan monumental, hari-hari peringatan bersejarah, perempuan Indonesia tidak termasuk yang banyak dicatat.

Ada tiga hal yang menyebabkan hal itu, pertama: perempuan di dalam lingkup sejarah nasional tidak berada dalam posisi pembuat keputusan ataupun memegang posisi menentukan. Kedua, di dalam perjuangan nasional, perkumpulan perempuan tampak mengalah “untuk tidak menonjolkan diri di lingkup perkumpulan laki-laki”. Ketiga, perempuan kemudian mengambil bentuk perkumpulan sendiri yang terpisah dari laki-laki sebagai tempat di mana perempuan dapat memperjuangkan kepentingan perempuan dan masyarakat secara umum dengan bebas, bahkan dengan menonjol sekalipun.

Melalui perkumpulan perempuan inilah, para perempuan Indonesia kemudian menemukan keterwakilannya dan kebebasannya untuk menyuarakan kepentingannya yang belum terwakili. Perkumpulan perempuan ini nampak seperti perjuangan yang memisahkan diri dari perjuangan masyarakat pada umumnya, yaitu perjuangan menentang kolonialisme dan sebagainya. Tetapi sesungguhnya yang dilakukan para perempuan ini adalah perjuangan untuk mengubah keadaan masyarakat dengan perjuangan yang lebih spesifik dalam jangkauan yang luas;  seluruh perempuan Indonesia, bangsa Indonesia.

Dalam menjangkau perjuangannya ke kehidupan perempuan yang lebih luas, perempuan yang masuk perkumpulan (terutama mereka yang berasal dari kelas menengah ke atas dan bangsawan), sedikit banyak terinspirasi oleh literatur tentang perempuan. Antara lain dari buku Auguste Bebel atau Door Tuist Toot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang kumpulan sura Kartini), serta dari perubahan yang terjadi di negara Barat dan dunia pada umumnya.

Sumber: warfeminis.com


Berikutnya: >>> Sejarah Hari Ibu, Berawal dari Kongres Perempuan Indonesia (2)