Piutang PBB-P2 Lampung Utara Capai Rp10,6 Miliar

Feaby Handana | Teraslampung.com Kotabumi–Piutang Pajak Bumi dan Bangunan – Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ternyata menjadi salah satu batu sandungan Lampung Utara dalam meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian. Sebab, nilai piutangnya sen...

Piutang PBB-P2 Lampung Utara Capai Rp10,6 Miliar
Kepala BPPRD Lampung Utara, M. Saragih

Feaby Handana | Teraslampung.com

Kotabumi–Piutang Pajak Bumi dan Bangunan – Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ternyata menjadi salah satu batu sandungan Lampung Utara dalam meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian. Sebab, nilai piutangnya sendiri terbilang sangat fantastis karena mencapai Rp10,6 miliar.

Temuan BPK seputar piutang PBB-P2 itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada Pemkab Lampung Utara/Lampura tahun 2021 dengan nomor : 31B/LHP/XVIII.BLP/05/2022. LHP itu dikeluarkan pada tanggal 21 Mei 2022. Salah satu penyebab piutang itu adalah lemahnya pengelolaan PBB-P2 dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Lampung Utara/Lampura yang digawangi oleh M. Saragih.

Kepala BPPRD Lampura, M. Saragih ketika dikonfirmasi, mengaku telah menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Tindak lanjut itu dilakukan dengan membentuk tim validasi dan verifikasi, serta tim penagihan PBB-P2 belum lama ini.

“Sudah bentuk tim. Ada tim validasi dan verifikasi‎, dan ada juga tim untuk penagihan,” jelas M. Saragih, Selasa (14/6/2022).

Ia mengatakan, kedua tim itu memiliki tugasnya masing – masing. Proses validasi dan ‎verifikasi usai temuan BPK itu dimulai dari Kecamatan Kotabumi Utara. Namun, langkah serupa sebelumnya telah mereka lakukan di lima kecamatan lainnya.

“Piutang itu tersebar merata di seluruh kecamatan, tapi yang paling banyak itu di Kecamatan Kotabumi Selatan,” ‎kata dia.

M. Saragih menjelaskan, piutang PBB-P2 itu terdiri dari piutang PBB-P2 hasil pelimpahan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kotabumi ke Pemkab Lampura pada tahun 2014 silam, dan piutang PBB-P2 setelah pelimpahan tersebut. Ia berdalih, ‎PBB-P2 itu bukannya tidak ditagih, melainkan selalu ditagih tiap tahunnya. Namun, lantaran capaian targetnya tidak selalu terpenuhi maka terjadilah piutang tersebut.

“Setiap tahun misalnya target sekian, tapi yang terealisasi 90 persen. Sisa 10 persennya itu yang mau ditagih,” terangnya.

Meski menjadi temuan BPK, namun M. Saragih memastikan, penagihan piutang itu tak akan selesai pada tahun ini, melainkan baru akan rampung pada tahun 2023 mendatang. Itu disebabkan karena jumlah wajib pajak yang menunggak mencapai ratusan ribu orang.

“Yang jelas, kami akan terus ke lapangan. Nanti hasilnya apa, ditunggu saja. Semua kemungkinan bisa saja terjadi,” tegas dia saat ditanya mengenai kemungkinan adanya PBB-P2 yang belum disetorkan oleh petugas.

Dalam LHP BPK pada 21 Mei 2022 lalu itu disebutkan bahwa ‎piutang itu di antaranya disebabkan oleh tidak optimalnya Kepala BPPRD dalam mengelola piutang PBB-P2 yang menjadi tanggung jawabnya, petugas pemungut PBB-P2 desa lalai tidak secara tepat waktu menyetorkan penerimaan PBB-P2.

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan bupati di antaranya agar memerintahkan Kepala BPPRD menyelesaikan pendataan dan validasi piutang sampai dengan tahun 2020. Kemudian, mengelola penatausahaan piutang sesua dengan kebijakan yang telah ditetapkan, dan meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan PBB-P2.