Koperasi Desa Merah Putih, Solusi Membangun Ekonomi Kerakyatan

Oleh H. Irham Jafar Lan Putra Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional Presiden Prabowo Subianto baru saja meluncurkan Kelembagaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Kegiatan serentak di 38 Provinsi secara virtual ini dipusatkan di Desa Bentang...

Koperasi Desa Merah Putih, Solusi Membangun Ekonomi Kerakyatan

Oleh H. Irham Jafar Lan Putra
Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional

Presiden Prabowo Subianto baru saja meluncurkan Kelembagaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Kegiatan serentak di 38 Provinsi secara virtual ini dipusatkan di Desa Bentangan Kabupaten Klaten Jawa Tengah, 20 Juli lalu.

Ini merupakan langkah besar Presiden Prabowo dalam upaya membangun ekonomi berbasis kerakyatan. Langkah tersebut dimulai dengan menerbitkan Inpres No. 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang ditandatangani 27 Maret 2025. Targetnya, terbentuk 80 ribu Kopdes/kel Merah Putih di seluruh Indonesia.

Menko Pangan Zulkifli Hasan didaulat menjadi Ketua Satuan Tugas (Satgas) Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Dalam kesempatan itu Zulkifli melaporkan, sampai saat ini sudah terbentuk 80.081 Koperasi di desa dan kelurahan seluruh Indonesia. Semuanya telah mendapatkan legalitas hukum sebagai Badan Usaha Koperasi dari Kementerian Hukum.

Dalam rentang waktu 3 bulan sudah terbentuk 80 ribu koperasi jelas prestasi yang luar biasa. Itu terwujud berkat kerja-kerja kolaboratif dan sinergi dari beberapa Kementerian, lembaga, BUMN dan himpunan bank-bank milik negara (Himbara).

Kelak, setiap Kopdes/kel Merah Putih akan mendapat dukungan dana hingga Rp5 miliar. Program ini untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi rakyat dari bawah. Kita percaya, program ini merupakan salah satu solusi mengatasi kesenjangan ekonomi. Kita wajib mendukung langkah besar pemerintah ini. Setelah selama puluhan tahun memanjakan sektor swasta besar, pemerintah kini mulai berpaling dan memberikan dukungannya kepada koperasi, sektor usaha yang pernah digadang-gadang sebagai soko guru perekomian.

Meskipun begitu, kita tetap harus memberikan catatan-catatan kritis agar Kopdes-Kopdes yang sudah dengan susah payah dibangun tidak mengalami kegagalan. Kita tidak ingin Kopdes Merah Putih juga gagal sebagaimana Program Koperasi Unit Desa (KUD) yang digulirkan pada era Orde Baru. Banyak KUD didirikan karena dorongan kebijakan pusat tanpa dialog sosial yang memadai di tingkat lokal. Akibatnya, koperasi-koperasi tersebut hanya menjadi formalitas kelembagaan yang minim partisipasi. Ketika dukungan pemerintah mulai melemah, banyak KUD tidak mampu bertahan karena tidak ditopang ikatan sosial yang kuat di masyarakat.

Ada banyak syarat agar Kopdes Merah Putih bisa sukses sesuai harapan dan tidak gagal seperti KUD. Program Kopdes Merah Putih tetap bisa menjadi bagian dari solusi, sepanjang pelaksanaannya tidak semata administratif. Ia harus membuka ruang partisipasi warga. Negara cukup hadir sebagai fasilitator ekosistem sosial yang memungkinkan koperasi tumbuh secara organik, tidak instan.

Ketika masyarakat menjadi bagian sejak awal, koperasi akan berkembang sebagai ruang ekonomi yang kuat dan relevan. Sebaliknya, bila warga hanya dijadikan pelengkap dari kebijakan yang diturunkan dari atas, koperasi rentan menjadi lembaga yang legal, tetapi lemah dalam fungsi.

Pemerintah, baik pusat maupun daerah perlu menyesuaikan pendekatan pelaksanaan Kopdes. Misalnya, dengan terlebih dulu melakukan pendampingan dan identifikasi kebutuhan ekonomi warga. Kemudian, koperasi bisa diperkuat melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi, LSM, dan tokoh lokal.

Oleh sebab itu, pelatihan, dialog, dan inkubasi harus menjadi prioritas. Itu hanya bisa terwujud ketika negara memosisikan diri tidak sebagai pelaksana utama, melainkan sebagai fasilitator perubahan sosial yang tumbuh dari bawah.

Yang terakhir tetapi tidak kalah penting, memastikan bahwa Kopdes bukan semata proyek ekonomi, melainkan bagian dari proses membangun ulang kelembagaan di desa. Koperasi harus dihidupkan dan ditumbuhkan bukan hanya dengan modal dan aturan, tetapi juga dengan nilai, dialog, dan pemahaman bersama. Hanya dengan begitu, koperasi desa dapat menjadi ruang belajar sosial yang mendorong warga membangun struktur ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dari bawah.***