Ini Haram, Itu Murtad
Hasanuddin Z.Arifin Seorang tetangga datang ke rumah dan bertanya: 1. Katanya membunyikan lonceng itu cara orang Nasrani, meniup terompet itu cara orang Yahudi, dan menyalakan api itu cara orang Majusi untuk mengumpulkan umatnya. Kalau kita melakukan...

Hasanuddin Z.Arifin
Seorang tetangga datang ke rumah dan bertanya:
1. Katanya membunyikan lonceng itu cara orang Nasrani, meniup terompet itu cara orang Yahudi, dan menyalakan api itu cara orang Majusi untuk mengumpulkan umatnya. Kalau kita melakukan seperti itu (terutama pada malam tahun baru), kita yang Muslim bisa murtad.
Lha, dulu zaman sekolah (sampai sekarang) tanda masuk dan pulang, pakai lonceng. Lha, dulu zaman sekolah saya ikut drumband jadi tukang tiup terompet (sekarang anak saya juga). Lha, dulu kalau kemping malam terakhir pakai acara api unggun (sekarang juga masih begitu). Apakah kami yang ikutan seperti itu juga murtad?
2. Katanya kalau kita yang Muslim ini pakai atribut agama lain (topi Santaklaus) juga haram. Lha, saya setiap malam kalau lagi tugas ronda pakai topi seperti itu. Saya yang meniru Santa atau Santa yang meniru ya (sejak dulu topi model itu dipakai orang kampung saya untuk menahan dingin, karena bisa diturunkan hingga ke leher). Jadi gimana dong, masa topi yang begitu haram juga. Bukankah ada aturan bahwa setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya?
3. Katanya kalau kita membeli dan memakai (mengonsumsi) produk-produk seperti Nestle, Coca Cola, KFC, dan lain-lain yang katanya produknya orang Yahudi, berarti kita membantu mereka. Jadi, haram hukumnya.
Lha, ini HP produk siapa, itu bus yang sering kita naiki produk siapa, itu pesawat terbang yang antar jemaah haji ke Jedah produk siapa, ini komputer dan laptop yang kita pakai kerja setiap hari produksi siapa? Haram semua dong? Bukankah yang menemukan listrik juga bukan orang Muslim?
4. Banyak benar ulama yang mengharamkan rokok, padahal tak ada nash (Quran dan Hadist) yang mengharamkan. Alasannya karena merusak kesehatan.
Lha, itu asap mobil dan sepeda motor justru lebih merusak kesehatan. Malah banyak orang yang bisa kena. Kenapa pakai mobil yang bikin pencemaran tidak haram? Saya bukan perokok, tapi bukankah mengharamkan yang halal itu hukumnya sama dengan menghalalkan yang haram?
Tetangga saya itu mengajukan banyak lagi pertanyaan tentang halal-haram (menurut ulama yang menurut dia sebagai ulama halal-haram, yang ceramahnya hanya berisi ini haram, itu haram, begini haram, begitu haram). Termasuk tentang pendapat sebagian “ulama” yang mengharamkan mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru kepada umat Kristen. Bahkan, dengan memberi ucapan itu, seorang Muslim bisa jadi musyrik, karena telah mengakui Yesus (Isa Almasih) sebagai Tuhan.
Terus terang saya tak bisa menjawab semua pertanyaan tetangga saya itu. Selain memang tidak ahli dan saya sama sekali belum memenuhi syarat untuk berijtihad, saya juga takut terjebak “mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram” dengan hujjah yang keliru.
“Kalau halal-haram yang tak ada nash-nya, terserah sampeyan memilih pendapat siapa (para ulama terdahulu dan terkini yang tentu saja mumpuni) dan tentu saja yang paling masuk akal,” jawab saya.
Mengapa harus masuk akal? Sebab, ada ulama yang membuat hujjah halal-haram secara paradoks yang tentu saja tidak masuk akal. Dia mengharamkan melukis atau menggambar, tetapi menghalalkan fotografi dan videografi.
Secara umum, alasan yang disampaikan bahwa menggambar dilakukan secara manual, sementara foto kerja mesin. Tentu alasan yang menggelikan.
Apakah jika kita menggambarkan sesuatu dengan kata-kata (misalnya, si Anu itu wajahnya ganteng, kulitnya halus, badannya tinggi besar, dan seterusnya) tidak termasuk melukis atau menggambar?
Lalu ada “ulama” yang mengharamkan nyanyian dan alat musik. Tapi, dalam rekaman ceramah-ceramahnya terdengar backsound irama musik. Bahkan, tanda dering HP-nya pun irama musik. Wallahu a’lam.