Gunung Anak Krakatau Meletus, Warga Pesisir Kalianda Mengungsi

Zainal Asikin |Teraslampung.com LAMPUNG SELATAN–Warga yang tinggal di pesisir pantai Kalianda Kecamatan Rajabasa, mendadak bersiaga dan pergi mengungsi ke tempat aman di dataran lebih tinggi setelah menyusul bau aroma menyengat belerang berasal...

Gunung Anak Krakatau Meletus, Warga Pesisir Kalianda Mengungsi
Warga pesisir Kalianda, Lampung Selatan, mengungsi setelah mendengar dentuman letusan GAK dan mulai terciuam bau belerang, Jumat malam (10/4/2020).

Zainal Asikin |Teraslampung.com

LAMPUNG SELATAN–Warga yang tinggal di pesisir pantai Kalianda Kecamatan Rajabasa, mendadak bersiaga dan pergi mengungsi ke tempat aman di dataran lebih tinggi setelah menyusul bau aroma menyengat belerang berasal dari Gunung Anak Krakatau (GAK), Sabtu (11/4/2020) dini hari sekitar pukul 01.30 WIB.

BACA: Gunung Anak Krakatau Meletus, Dentuman Suaranya Terdengar Hingga Jakarta

Berdasarkan informasi yang dihimpun teraslampung.com, warga yang mengungsi setelah tercium bau aroma menyengat belerang dan mendengar suara letupan yang bersal dari Gunung Anak Krakatau (GAK) yakni warga Desa Kunjir, Way Muli dan Way Muli Timur, Kecamatan Rajabasa.

Warga banyak mengungsi seperti di Masjid, Mushola dan sekolah-sekolah. Bahkan di sejumlah masjid pun diumumkan, agar warga untuk tetap waspada dan tidak panik, jika ingin mengungsi harus tertib dan jangan teburu-buru.

Salah seorang warga Desa Kunjir, Riyan mengatakan, mulai tadi malam sekitar pukul 23.30 WIB warga Desa Kunjir pergi mengungsi ke dataran yang lebih tinggi, menyusul adanya letusan yang berasal dari GAK sehingga menimbulkan aroma bau belerang menyengat.

“Bau belerang itu mulai tercium Jumat malam 1 April 2020 sekitar pukul 23.30 WIB, bahkan aroma bau belerangnya itu begitu menyengat dan menggangu pernapasan,” ujarnya melalui ponselnya kepada teraslampung.com, Sabtu (11/4/220).

Pilihan warga pergi mengungsi, kata Riyan, karena sebagian besar warga Desa Kunjir masih trauma atas musibah bencana alam gelombang tsunami yang pernah terjadi sebelumnya yakni akhir 2018 lalu.

BACA: Gunung Anak Krakatau Meletus, Ini Pengakuan Warga Pulau Sebesi

“Saya bersama warga Desa Kunjir lainnya pergi mengungsi di Masjid di Desa Hargo Pancuran, pak Kades juga sempat mengimbau sebagai antisipasi,”ungkapnya.

Ia pun berharap, tidak terjadi hal-hal yang diinginkan sembari menunggu himbauan dari pihak-pihak terkait mengenai adanya kejadian ini.

“Saya berharap tidak terjadi sesuatu, tapi ya harus tetap waspada. Karena bau belerangnya begitu menyengat, saya mengatakan kepada warga agar supaya menggunakan masker,”pungkasnya.

Hal senada juga dikatan oleh Yandi, salah seorang warga Way Muli Timur kepada teraslampung.com. Dia mengatakan, warga banyak yang pergi mengungsi setelah mencium bau aroma menyengat belerang yang berasal dari GAK dan khawatir terjadi sesuatu.

“Banyak mas warga yang pergi mengungsi mulai dari semalam, bahkan sekarang pun masih tercium bau aroma belerangnya,”ucapnya.

Terpisah, Camat Rajabasa, Sabtudin saat dikonfirmasi teraslampung.com membenarkan, banyak warga yang mengungsi sejak semalam. Ia pun mengimbau, meski waspada warga diharapkan agar tetap tenang dan jangan panik. Imbauan tersebut juga, sudah ia sampaikan kepada seluruh Kepala desa (Kades) se-Kecamatan Rajabasa.

“Saya bersama pak Kadesnya sudah memberikan imbauan kepada warga, agar tetap tenang dan jangan panik. Selain itu juga, pakai masker dan jangan berkumpul dengan jarak dekat untuk menghindari hal yang tidak diinginkan,”ujarnya.

Dikatakannya, untuk menghindari hal-hal diluar kendali dan tidak dinginkan akibat dari kepanikan dan ketakutan warga, Ia meyakinkan ke warga tetap harus tenang sembari menunggu intruksi dan arahan dari pihak terkait seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan BPBD Lamsel yang nantinya informasi itu akan disampaikan oleh masing-masing Pemerintah desa (Pemdes).

“Warga kaget dan trauma wajar saja, karena mereka juga khawatir atas kejadian sebelumnya. Tapi saya meminta, harus tetap control dan perhatikan keselamatan diri. Untuk situasinya sementara ini, sudah mulai tenang dan mudah-mudah warga Kecamatan Rajabasa aman terhindar dari musibah,”pungkasnya.

Dentukan Keras Bukan dari Gunung Anak Krakatau

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMB) menyatakan suara dentuman yang terdengar pada Sabtu dini hari (11/4/2020)i tidak terkait dengan erupsi Gunung Anak Krakatau. Suara dentuman itu diketahui beberapa kali terdengar dini hari ini

“Bukan (berasal dari Anak Krakatau), karena letusannya dikategorikan miskin akan gas, lebih bersifat aliran,” kata Kepala Bidang Gunung Api PVMBG Hendra Gunawan, dilansir  detikcom, Sabtu (11/4/2020).

Menurut Hendra, tidak terdengar bunyi letusan dari Gunung Anak Krakatau sejak semalam. Letusan Gunung Anak Krakatau ini dinilai Hendra relative kecil.

“Saya sudah cek ke Pos Penganatan Gunung Anak Krakatau di dekat Pantai Carita, tidak terdengar bunyi letusan sejak kemarin malam. Karena memang letusannya relatif kecil (tinggi letusan 600-an meter dari muka air laut),” jelas Hendra.