Mabes Polri Gelar Sekolah Toleransi di Lampung Tengah

Siti Qodratin/Teraslampung.com Brigjen Pol Boy Rafli Anwar saat menjadi ‘guru’ di Sekolah Toleransi di Rumah Dinas Bupati Lampung Tengah, Selasa, 16 September 2014. (Foto Teraslampung.com/Siti Qodratin) GUNUNGSUGIH–Mar...

Mabes Polri Gelar Sekolah Toleransi di Lampung Tengah
Siti Qodratin/Teraslampung.com

Brigjen Pol Boy Rafli Anwar saat menjadi ‘guru’ di Sekolah Toleransi di Rumah Dinas Bupati Lampung Tengah, Selasa, 16 September 2014. (Foto Teraslampung.com/Siti Qodratin)
GUNUNGSUGIH–Maraknya paham radikal di kalangan masyarakat, melatarbelakangi
Mabes Polri menggelar Sekolah Toleransi di Lampung Tengah. Kegiatan yang berlangsung di Rumah Dinas Bupati
Lampung Tengah Ahmad Pairin, di Gunungsugih, Selasa (16/9)  itu menghadirkan jajaran Musyawarah Pimpina
Daerah, guru, murid, dan semua Kapolres di Lampung.

KepalaDivisi
Humas Mabes Polri Brigjen Polisi Boy Rafi Mawar mengatakan langkah-langkah
preentif tidak bisa diserahkan hanya kepada pihak kepolisian, tetapi perlu
sinergi dengan masyarakat untuk menciptakan rasa aman.

“Era
reformasi ini mulai ada pergeseran nilai bangsa, masuknya paham luar ke
Indonesia mulai mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia. Padahal,
ideologi yang dianut bangsa ini yakni Pancasila adalah final dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi,” kata Boy, di Selasa (16/9).

Turut
menjadi pembicara dalam diskusi tersebut Kepala Sekolah Klinik Pancasila dari
Lemhanas Dr. Dody Susanto dan Kapolda Lampung Brigjen Heru Winarko.

Dalam
kesempatan itu Bupati Lampung Tengah Pairin memaparkan persoalan konflik horizontal
yang kerap terjadi di Lampung Tengah.

“Selama
kami menjabat, lebih dari lima kasus bentrokan warga yang sebenarnya konflik
itu bermula dari persoalan pribadi tapi akhirnya berkembang menjadi permasalahan
antarwarga,” kata Pairin.

Selain
perang antarkampung, Bupati Pairin juga menyebutkan pertikaian antarpelajar
yang melibatkan siswa SMU dengan STM. “Kejadian ini ada terus
karena kurangnya pemahaman tentang kebangsaan,” kata dia.

Sementara
itu Sekolah Toleransi Polri menargetkan akan ada 400 hingga 500 sekolah per
tahun yang akan menerapkan program serupa di Indonesia. Program ini
menghadirkan ‘dokter-dokter Pancasila’ dari kalangan pelajar yang akan
mengobati segala bentuk keluhan pasiennya dengan resep yang telah terrangkum
dalam setiap butir Pancasila.

Dalam
praktiknya, Sekolah Toleransi merupakan pengembangan dari Bimbingan Konseling
sekolah yang memungkinkan siswa menjalin komunikasi tidak hanya sebatas pada
rekannya, tetapi juga kepolisian, pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan
lainnya.

Para ‘dokter
Pancasila’ itu akan diberikan pemahaman dan ilmu seputar menangani persoalan
umum pada masyarakat oleh para praktisi terkait.