Sepak Pojok: Maya (2)
Tomi Lebang Yang terlihat nyata kini, mungkin hanyalah yang tersisa dari dunia maya. Juga bagi orang-orang Yugoslavia, negeri di Semenanjung Balkan yang bubar dan pecah di tahun 1991. Di tanah yang kemudian dirundung perang saudara, pembantaian etn...

Tomi Lebang
Yang terlihat nyata kini, mungkin hanyalah yang tersisa dari dunia maya. Juga bagi orang-orang Yugoslavia, negeri di Semenanjung Balkan yang bubar dan pecah di tahun 1991. Di tanah yang kemudian dirundung perang saudara, pembantaian etnis, warga yang bercerai-berai tetap merindukan tanah airnya.
Bagi Zoran Baric dan Slobodan “Simke” Simovic, Yugoslavia memang sudah tiada, tapi air mata untuknya tetap menggenang. Pada 9 September 1999, mereka menghadirkan negaranya yang hilang ke dunia maya, sebuah negeri antah-berantah yang kini bernama: Cyber Yugoslavia.
Zoran dan Simke, dua warga bekas Yugoslavia yang kini bermukim di Amsterdam, menginginkan negaranya kembali, setidaknya tegak di dunia maya. Mereka mengundang siapa pun yang masih mencintai Yugoslavia untuk datang dan mendaftar jadi warga CY. “Kami tak punya negeri yang nyata, tapi kami punya kebangsaan. Tanah (di dunia maya) ini akan tetap menjadi negara. Cepat atau lambat,” kata Zoran.
Negeri Cyber Yugoslavia hanya hadir di dunia maya, di sebuah titik labirin beralamat http://www.juga.com. Negeri ini memanggil orang-orang yang mencintai Yugoslavia untuk mencatatkan diri jadi warga negara, juga mengisi aneka jabatan di dalamnya. Nama-nama jabatannya pun tak nyata, cenderung jenaka: Menteri Urusan Sunset, Menteri Bidang Renang, atau Walikota.
Sejak “didirikan” pada 1999, penduduknya telah menggapai angka 16.768 nama dan hanya sebagian di antaranya yang benar-benar bekas warga Yugoslavia, selebihnya para pecinta. Negara itu bahkan punya lagu kebangsaan yang bisa diganti setiap waktu.
Di beranda negara CY itu, Zoran menulis: tanah ini akan bertumbuh sebagaimana harapan warganya. Cepat atau lambat.
Pada saatnya nanti, kata Zoran, jika warganegara CY telah mencapai lima juta nama, ia akan mendaftarkan Yugoslavia kembali ke PBB. Jika mimpinya ini tergapai,”kami akan meminta satu tempat seluas 20 meter persegi saja di satu tempat di muka bumi. Di tanah itu, kami akan menempatkan pusat data (server) negara kami.”
Begitulah. Benar belaka, bahwa rasa cinta kian menebal jika kita telah kehilangan. Tapi kehilangan di dunia nyata bukanlah akhir kisah. Kerinduan yang menghentak-hentak itu pun bisa dilampiaskan di dunia maya. Juga kepada tanah air.
Mungkin itu sebabnya, di peringatan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus setiap tahunnya, Anda yang tinggal jauh dari Indonesia lebih mudah meneteskan air mata mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya, hymne-hymne tanah air, bahkan sekadar Kebyar-Kebyar yang menggugah dari mendiang Gombloh. Di negeri orang, Indonesia hanyalah negeri yang maya, yang tumbuh dalam angan-angan. Di sini, di Indonesia yang nyata, kami sikut-sikutan memanjat pinang.